Minggu, 06 Juli 2014

laporan tetap kimia pangan II

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii
KATA PENGANTAR............................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL................................................................................................... vi

ACARA I: GELATINISASI

Pendahuluan.................................................................................................. 1
Tinjauan Pustaka............................................................................................ 2
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 4
Hasil Pengamatan.......................................................................................... 6
Pembahasan................................................................................................... 7
Kesimpulan.................................................................................................... 9
ACARA II: PIGMEN
Pendahuluan.................................................................................................. 10
Tinjauan Pustaka............................................................................................ 11
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 13
Hasil Pengamatan.......................................................................................... 15
Pembahasan................................................................................................... 16
Kesimpulan.................................................................................................... 17
ACARA III: PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA DAN FFA
Pendahuluan.................................................................................................. 18
Tinjauan Pustaka............................................................................................ 19
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 21
Hasil Pengamatan dan Perhitungan............................................................... 23
Pembahasan................................................................................................... 25
Kesimpulan.................................................................................................... 27
ACARA IV: ANTIOKSIDAN
Pendahuluan.................................................................................................. 28
Tinjauan Pustaka............................................................................................ 29
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 31
Hasil Pengamatan dan Perhitungan............................................................... 32
Pembahasan................................................................................................... 33
Kesimpulan.................................................................................................... 34
ACARA V: HIDROLISA PROTEIN
Pendahuluan.................................................................................................. 35
Tinjauan Pustaka............................................................................................ 36
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 38
Hasil Pengamatan dan Perhitungan............................................................... 40
Pembahasan................................................................................................... 42
Kesimpulan.................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR TABEL
Tabel                                                                                                              Halaman
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Gelatinisasi................................................................... 6
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Pigmen.......................................................................... 15
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Angka Peroksida dan FFA........................................... 23
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Antioksidan.................................................................. 32
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Hidrolisa Protein.......................................................... 40



ACARA I
GELATINISASI

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gelatinisasi adalah penamaan dari proses pemanasan pati dengan air, dan proses ini dilakukan dengan tujuan untuk membentuk gelatin. Pembengkakan yang muncul sama gelatinisasi sehingga mengubah suspensi untuk sementara menjadi koloid permanen (GEL). Granula pati tetap tidak dapat larut dalam air dingin, namun jika dipanaskan maka granula akan kembali membengkak cepat pada temperatur panas tersebut. Hal ini mungkin juga terjadi karena granula pati dapat menyerap dan mengikat air dengan tanpa adanya pengadukan. Karena dengan adanya pengadukan akan menyebabkan granula menjadi pecah akibat energi kinetik molekul air menjadi lebih kuat dibandingkan dengan daya tarik menarik antara molekul dalam pati. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji gelatinisasi untuk mengetahui gelatinisasi pada penambahan gel selama dipanaskan.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui proses terjadinya gelatinisasi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.


TINJAUAN PUSTAKA

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia. Selain itu karbohidrat juga dapat berperan dalam pengolahan pangan. Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana terdiri dari satu molekul gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Banyak karbohidrat merupakan polimer yang tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta dapat pula bercabang-cabang, disebut polisakarida, misalnya pati, kitin dan selulosa. Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rantai dua monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida) (Anonim, 2010).
Tepung adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung dan hewani misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Kemampuan melakukan gelatinisasi tergantung pada konsentrasi pati yang terdapat pada masing-masing jenis tepung tersebut (Anonim, 2012).
Gelatinisasi merupakan fenomena pembuatan gel yang diawali dengan pembengkakan granula pati akibat penyerapan air. Bila pati mentah dimasukan ke dalam air dingin, granula pati akan menyerap air dan mulai bengkak namun terbatas,  sekitar 30% dari berat tepung. Proses pemanasan adonan tepung menyebabkan granula semakin membengkak karena penyerapan air semakin banyak. Suhu dimana pembengkakan maksimal disebut dengan suhu gelatinisasi (Anonim, 2008). 
Beras ketan (juga disebut ketan, beras manis, beras lilin, beras mochi dan beras mutiara) adalah jenis beras Asia yang lengket saat dimasak. Hal ini disebut glutinous yang artinya menjadi seperti lemah atau lengket dan tidak dalam arti yang mengandung gluten (Anonim, 2012). Pati jagung atau yang biasa disebut tepung maizena merupakan sumber karbohidrat yang digunakan untuk pembuatan roti, kue kering, makanan bayi dan lain-lain, serta digunakan dalam industri farmasi (Anonim, 2008). Mocaf (Modified Cassava Flour) adalah produk turunan dari tepung singkong yang menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi, yang menhasilkan karakteristik khas, sehingga dapat digunakan sebagai food ingredient dengan skala sangat luas (Anonim, 2010).


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu Dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 19 Mei 2014 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum
a.       Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, pipet ukur, tabung reaksi, penjepit, penangas air, dan labu ukur.
b.      Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tepung ketan, tepung maizena, tepung mocaf, tepung tapioka, HCL 10%, aquades, NaOH 10%, dan larutan gula.

Prosedur Kerja


1.      Disiapkan alat dan bahan praktikum.
2.      Ditimbang masing-masing sampel sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
3.      Ditambahkan masing-masing larutan sesuai perlakuan.
Kelompok V:        Tepung ketan+aquades.
                              Tepung ketan+NaOH.
Kelompok VI:       Tepung mocaf+HCl.
                              Tepung mocaf+aquades.
Kelompok VII:     Tepung maizena+larutan gula.
                              Tepung meizena+HCl.
Kelompok VIII:    Tepung tapioka+larutan gula.
                              Tepung tapioka+aquades.
4.      Digojog sampai homogen dan diamati sebelum digojog sebelum dipanaskan.
5.      Dipanaskan selama 30 menit dan diamati setiap 10 menit.
6.      Diamati gel yang tarbentuk dan dicatat hasilnya.


HASIL PENGAMATAN

Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Gelatinisasi
Perlakuan (sampel)
Sebelum dipanaskan
Setelah dipanaskan
10 menit I
10 menit II
10 menit III
Tepung ketan+aquades
-
-
+
+
Tepung ketan+NaOH
++
+++
+++
+++
Tepung mocaf+aquades
-
-
+
+
Tepung mocaf+HCl
-
-
-
-
Tepung maizena+larutan gula
-
-
-
-
Tepung maizena+HCl
-
-
-
-
Tepung tapioka+larutan gula
-
-
-
+
Tepung tapioka_aquades
-
-
-
-

Keterangan:
+++     : sangat cepat terbentuk gel.
++        : cepat terbentuk gel.
+          : lambat terbentuk gel.
-                      : tidak terbentuk gel.



PEMBAHASAN

Gelatinisasi adalah polimer D-glukosa yang ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam tumbuhan. Pati tersusun dari dua fraksi yaitu yang tidak terlarut dalam air tetapi yang disebut Amilosa dan Amilopektin. Pati banyak digunakn di dalam industri makanan dan keberadaannya sangat penting dalam suatu struktur zat pangan.
Praktikum ini dilakuan dengan menggunakan bahan 4 tepung yaitu ketan, mocaf, maizena, dan tapioka. Bahan lainnya adalah aquades, HCl 10%, NaOH 10%, dan larutan gula. Mekanisme gelatinisasi, jika suspensi pati di dalam air dipanaskan, air akan terpenetrasi melalui lapisan terluar menuju ke bagian dalam granula sehingga granula akan mulai mengembang. Molekul-molekul yang berantai panjang akan saling terlepas pada campuran pati-pati akan menjadi lebih kental, membentuk sol suatu sistem hidrokoloid.
Tepung mocaf dan maizena yang dicampurkan HCl 10% tidak terjadi pembentukan gel dari sebelum dipanaskan sampai dipanaskan selama 30 menit pada suhu 37oC. hal ini juga terjadi pada tepung tapioka yang dicampurkan aquades dan tepung maizena yang dicampurkan larutan gula. Sedangkan tepung ketan dan mocaf yang dicampurkan aquades lalu tepung tapioka yang dicampurkan larutan gula sangat lambat terbentuk gel, sedangkan pembentukan gel yang terjadi sangat cepat pada campuran tepung ketan dan NaOH. 
Berdasarkan hasil diatas granula tidak dapat larut dalam larutan gula dan aquades. Tetapi apabila dipanaskan granula pati kembali membengkak dengan cepat pada temperatur panas tertentu. Hal ini terjadi karena granula pati menyerap air dan mengikat air tanpa adanya pengadukan dengan adanya gelatinisasi terjadi juga perubahan viskositas. Pemanasan yang lama  mengakibatkan viskositas yang semakin tinggi. Karakteristik granula pati amilosa akan membentuk gel lebih mudah menyerap air dengan amilosa cepat terjadi pada konsentrasi rendah. Suhu gelatinisasi pati di pengaruhi oleh konsentrasi pati dan pH larutan. Larutan gula mempunyai kemampuan  untuk mengikat air sehingga menggangu proses gelatinisasi dan mengakibatkan tidak terbentuknya gel. Sedangkan NaOH yang digunakan tidak mempunyai kemampuan untuk mengikat air sehingga tidak menggangu proses gelatinisasi dan terbentuknya gel.
Semakin kental suatu larutan, proses gelatinisasi akan semakin cepat pada pH tinggi, maka dapat terbentuk gel dengan cepat dan tidak terjadi perubahan viskositas selama pemanasan. Semakin rendah kekentalan suatu larutan maka proses pembengkakan granula pati akan semakin lambat. pH atau potensial hidrogen merupakan banyaknya ion H+ atau OH- yang mampu bertindak sebagai donor atau aseptor elektron dalam suatu larutan.

 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Proses gelatinisasi terjadi karena kerusakan ikatan hidrogen yang berfungsi untuk mempertahankan struktur dan integritas pati.
2.      Gel tidak terbentuk pada campuran tepung mocaf dan HCl, tepung maizena dan larutan gula, tepung maizena dan HCl, dan tepung tapioka dan aquades.
3.      Gel terbentuk lambat pada campuran tepung ketan dan aquades, tepung mocaf dan aquades, dan tepung tapioka dan larutan gula.
4.      NaOH merupakan larutan yang mempercepat pembentukan gel karena pemasakan dalam kondisi basah.

5.      Faktor-faktor yang mempengaruhi gelatinisasi anatra lain yaitu suhu, pH, konsentrasi pati dan jenis granula.
ACARA II
PIGMEN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
            Pigmen adalah zat warna alami pada tumbuhan. Pigmen tergolong dalam beberapa jenis salah satunya adalah klorofil, karotenoid, antosianin, antosianin dan tanin. Khlorofil merupakan pigmen yang berwarna hijau yang terdapat di dalam khloroplas bersama karotenoid dan xantofil. Karotenoid merupakan pigmen tanaman yang berwarna kuning, orange, merah serta larut di dalam minyak (lipida). Warna dari pigmen antosianin merah, biru, dan violet biasanya dijumpai pada bunga, buah-buahan dan sayuran. Sedangkan antosianin yang berwarna kuning larut dalam air. Antosianin banyak terdapat dalam lender sel daun yang kebanyakan tidak digunakan sebagai makanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan proses terjadinya perubahan warna pigmen selama proses pemanasan.

Tujuan Praktikum
            Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk megetahui proses terjadinya pigmen selama pengolahan.


TINJAUAN PUSTAKA

Bebarapa pigmen yang penting yaitu tergolong dalam kelompok khlorofil, karotenoid, antosianin, antoxantin, serta tannin. Warna hijau ini berasal dari khloroifil yang merupakan pigmen yang terdapat khloroplas bersama-sama dengan karoten dan xantofil. Karotenoid adalah suatu zat alami yang sangat penting yang mempunyai sifat larut dalam lemak atau pelarut organik tetapi tidak larut dalam air yang merupakan suatu kelompok pigmen yang berwarna orange, merah, dan kuning. Karotenoid tampak jika hanya terdapat sedikit atau tidak khlorofil sama sekali (Winarno, 1992).
Beberapa pigmen yang tergolong dalam kelompok khlorofil, karotenoid, antosianin, antoxantin serta tanin. Pigmen-pigmen golongan karoten yang sangat penting yang dilihat dari segi kebutuhan gizi manusia maupun hewan. Hal ini disebabkan karena sebagian karotenoid dapat diubah menjadi vitamin A. Dimana pigmen-pigmen ini banyak ditemukan didalam tanaman bersama-sama dengan khlorofil. Berdasarkan unsur-unsur penyusunnya karotenoid digolongkan dalam dua kelompok pigmen yaitu karoten dan xantofil (Ali, 2010).
Pigmen karotenoid mempunyai struktur alifatik dan slistik yang pada umunya disusun oleh delapan unit isoperen, dimana gugus metal yang dekat pada molekul pusat terletak pada posisi e1 dan e5 serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi. Semua senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metal dan selalu terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metal. Adanya ikatan ganda pada terkonjugasinya dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus ksomofora yang menyebabkan terbentuknya warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi, maka semakin pekat warna karotenoid tersebut yang mengarah ke warna merah (Ashrie, 2010).    
            Kangkung merupakan salah satu tanaman yang daunnya banyak mengandung khlorofil dan karotenoid. Khlorofil merupakan zat warna hijau pada daun. Khlorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu “ehloros” hijau dan “pylon” daun. Khlorofil a dan b adalah pigmen tambahan yang dibutuhkan dalam reaksi fotosintesis, diproduksi di khloroplas pada jaringan fotosintesis yang ada di daun (Wiwing, 2008).
            Khlorofil atau pigmen warna pada tumbuhan banyak dimanfaatkan sebagai food supplement yang dimanfaatkan untuk membantu mengoptimalkan fungsi metabolik, sistem imunitas, detoksifikasi, meredakan radang (inflamatorik) dan menyeimbangkan sistem hormonal. Khlorofil juga membantu merangsang pembentukan darah karena menyediakan bahan dasar tanaman, suplemen siap saji berbahan dasar khlorofil juga sudah diproduksi dari alga contohnya Spirulina sejenis alga biru hijau. Peran ini disebabkan karena struktur khlorofil yang menyerupai hemoglobin darah dengan perbedaan pada atom penyusun inti dari cincin porofirinnya (Nitya dan Yulita, 2009).


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu dan Tempat Praktikum
            Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 19 Mei 2014 di Laboratorium Kimia dan Bokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat dan Bahan Praktikum
a.Alat-alat
            Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah panci, kompor gas, piring, penjepit dan tissue.
b.Bahan-bahan
            Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kangkung dan air.

Prosedur Kerja
1.      Dicuci dan dibersihkan kangkung.
2.      Diamati sebelum dipanaskan.
3.      Dimasak air hingga mendidih.
4.      Dipanaskan selama 5 menit dengan perlakuan yang berbeda.
I.       Kangkung dikukus dengan panci terbuka.
II.    Kangkung dikukus dengan panci tertutup.
III. Kangkung direbus dengan panci terbuka.
IV. Kangkung direbus dengan panci tertutup.
5.      Diamati dan dicatat hasilnya.

HASIL PENGAMATAN

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Perubahan Pigmen
Perlakuan
Perubahan yang Terjadi
Sebelum Pemanasan
Sesudah Pemanasan
Dikukus dengan panci terbuka




Dikukus dengan panci tertutup




Direbus dengan panci terbuka




Direbus denga panci tertutup
-          Warna daun dan batang hijau
-          Tekstur daun dan batang keras


-          Warna daun dan batang hijau
-          Tekstur batang dan daun keras


-          Warna daun dan batang hijau

-          Tekstur daun dan batang keras

-          Warna daun dan batang hijau
-          Tekstur daun dan batang keras
-          Warna batang dan daun hijau
-          Tekstur daun agak layu dan batang keras

-          Warna daun dan batang hijau
-          Tekstur daun layu dan batang agak lunak

-          Warna batang hijau layu dan daun hijau layu
-          Tekstur daun dan batang agak layu

-          Warna batang hijau layu
-          Tekstur daun dan batang agak keras


PEMBAHASAN

Pigmen adalah zat warna alami pada tumbuhan. Pigmen tergolong dalam beberapa jenis yang salah satunya adalah khlorofil, karotenoid, antosianin, antoxantin serta tanin. Khlorofil merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat pada khloroplas bersama karoten dan xantofil. Tanaman kangkung berasal dari India, yang kemudian menyebar ke Malaysia, Birma, Indonesia, Cina Selatan, Australia, dan Afrika. Selain rasanya enak kangkung juga memiliki kandungan gizi cukup tinggi. Selain vitamin A, B1, dan C, juga mengandung protein, kalsium, fosfor, besi, karoten, hentriakontan, dan sitosterol (Purnawan, 2008). 
Praktkum ini menggunakan bahan tanaman kangkung yang memiliki daun cukup banyak mengandung khlorofil dan karotenoid. Berdasarkan hasil pengamatan warna kangkung sebelum pemanasan berwarna hijau segar dengan tekstur keras, setelah mengalami pemanasan berubah warna dengan tekstur keras dan agak layu. Proses perubahan warna dapat dipengaruhi oleh substansi magnesium oleh hidrogen membentuk feotitin atau khlorofil yang kehilangan magnesium. Reaksi tersebut berjalan cepat pada larutan yang bersifat asam. Dalam pemanasan kangkung terbentuknnya asam-asam organik yang dapat menurunkan pH. Apabila kangkung direbus dengan panci terbuka terdapat hasil warna batang menjadi hijau layu dan tekstur agak hijau. Sedangkan jika kangkung dikukus dengan panci tertutup tekstur  menjadi layu dan warna tetap hijau. Bila panci dibuka asam-asam itu dapat teruap keluar panci dan warna hijau dapat dipertahankan. Daun kangkung yang masih berespirasi.
Protein melindungi kangkung dari pengaruh asam. Proses pemanasan menyebabkan protein terdenaturasi dan khlorofil dilepaskan sehingga terjadi substitusi magnesium membentuk fefitin berwarna agak hijau. Tekstur setelah pemanasan akan menjadi lebih lunak karena jaringan akan mudah terurai pada kondisi panas.
                                                                                            

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut  :
1.      Pigmen terbagi menjadi dua yaitu khlorofil dan karotenoid.
2.      Khlorofil adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan.
3.      Kangkung pada sebelum pemanasan berwarna hijau segar dan tekstur batang keras. Setelah pemanasan terjadi perubahan warna menjadi agak hijau dan tekstur daun dan batang layu.
4.      Makin lama pemanasan tingkat perubahan warnanya makin rendah.
5.      Terdapat warna hijau tua pada kangkung yang telah dipanaskan dengan panci tertutup.


ACARA III
PENENTUAN ANGKA PEROKSIDA DAN ANGKA FFA

PENDAHULUAN

Latar belakang
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metode titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasilkan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui penentuan angka peroksida dan angka FFA.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui besarnya angka peroksida dan angka FFA pada minyak jenuh dan minyak tidak jenuh.

TINJAUAN PUSTAKA

Minyak goreng merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang berfungsi sebagai media pengolahan bahan pangan. Selain memperbaiki struktur fisik dari bahan pangan yang digoreng, minyak goreng dapat menambah gizi dan nilai kalori serta memberikan cita rasa yang khas dari bahan pangan. Namun, yang menjadi masalah adalah penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang dapat menyebabkan kerusakan pada minyak tersebut. Dalam bukunya menyebutkan bahwa jika minyak dipanaskan berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, maka akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Lebih lanjut, menjelaskan bahwa berbagai macam gejala keracunan, yaitu iritasi saluran pencernaan, pembengkakan organ tubuh, depresi, pertumbuhan, dan kematian telah diobservasi pada hewan yang telah diberi lemak yang dipanaskan dan teroksidasi. Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis enzim selama pengolahan dan penyimpanan (Ketaren, 1986).
Biasanya porsentase FFA meningkat dengan waktu dan frekuensi penggorengan, hal ini digunakan sebagai indikator kualitas minyak. Kandungan FFA yang tinggi akan berpengaruh terhadap produk gorengan, dalam praktek komersial minyak diafkir ketika kandungan FFA melebihi 1% (Tseng et al., 1996). Hasil penelitian Aminah (2009) memperlihatkan kadar FFA semakin tinggi dengan meningkatnya pengulangan penggorengan. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi dapat berpengaruh terhadap flavor minyak. Selama proses penggorengan akan terjadi pengupan kadar air dari bahan. Kadar air bahan dapat berpengaruh terhadap reaksi hidrolisa selama proses penggorengan. Air makanan dalam jumlah banyak dapat mempercepat kerusakan minyak (Fardiaz, 1996).
Hasil penelitian Alyas et al., (2006) menunjukkan peningkatan bilangan peroksida yang signifikan dengan meningkatnya suhu dan waktu penggorengan. Aidos et al., (2001) dan Skara et al., (2004) juga melaporkan bahwa peningkatan bilangan peroksida signifikan dengan peningkatan suhu penyimpanan. Hasil tersebut menunjukkan adanya efek sinergis suhu yang tinggi dengan waktu yang lama terhadap bilangan peroksida. Kerusakan minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai dari minyak dan bahan yang digoreng. Pada minyak yang rusak terjadi proses oksidasi, polimerisasi, dan hidrolisis. Proses tersebut menghasilkan peroksida yang bersifat toksik dan asam lemak bebas yang sukar dicerna oleh tubuh (Ketaren, 1986).
Senyawa polimer yang dihasilkan akibat pemanasan yang berulang-ulang dapat menimbulkan gejala keracunan antara lain irirtasi saluran pencernaan, pembengkakan organ tubuh, diare, kanker, dan depresi pertumbuhan. Selain itu akan timbul rasa tengik akibat oksidasi yang pengaruhnya tidak diharapkan pada bahan pangan yang digoreng. Pengaruh tersebut antara lain mengakibatan kerusakan gizi, tekstur dan cita rasa (Muchtadi, 1989). Indikator kerusakan minyak antara lain adalah angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi. Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji, 1982).
   

PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu Dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 26 Mei 2014 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat Dan Bahan Praktikum
a.       Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, erlenmeyer, pipet ukur, pipet tetes, dan buret.
b.      Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak Bimoli kontrol, minyak Bimoli satu kali penggorengan, minyak Curah kontrol, minyak Curah satu kali penggorengan, larutan asam, aquades, Na2S2O3, NaOH, indikator pp, amilum 1%, KI jenuh, dan alkohol.

Prosedur Kerja
  • a.       Penentuan angka peroksida
  • 1.      Ditimbang 5 gr bahan (minyak sampel) dan ditambahkan 30 ml larutan asam kemudian digoyangkan hingga homogen.
  • 2.      Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh kemudian didiamkan selama 30 menit.
  • 3.      Ditambahkan aquades 30 ml dan ditambahkan amilum 1% sebanyak 1 ml.
  • 4.      Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N sampai warna kuning hilang.
  • 5.      Dihitung volume Na2S2O3 0,1N yang digunakan.
  • 6.      Dihitung angka peroksida.

  • b.      Penentuan angka FFA
  • 1.      Ditimbang masing-masing bahan 20 gr (sesuai perlakuan)
  • 2.      Ditambahkan 50 ml alkohol yang dipanaskan.
  • 3.      Ditambahkan 3 tetes indikator pp.
  • 4.      Dititrasi dengan NaOH 0,1N.
  • 5.      Dihitung volume NaOH yang digunakan.
  • 6.      Dihitung angka FFA-nya.

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan
Table 3.1 Hasil Pengamatan Angka Peroksida Dan Angka FFA
Bahan
Volume Na2S2O3 (ml)
Volume NaOH (ml)
Peroksida (ml/gr)
FFA (ml/gr)
Minyak Bimoli Kontrol
0,5
1
1
128
Minyak Bimoli satu kali Penggorengan
1,1
1,1
2,2
140,8
Minyak Curah Kontrol
0,4
1,3
0,8
166,4
Minyak Curah satu kali Penggorengan
0,8
1,5
1,6
192

Hasil Perhitungan
Angka Free Fat Acid (FFA) dan Angka Peroksida
  • 1.      Minyak Bimoli Kontrol
    Angka FFA
                        
                       
      = 128 ml/gr
    Angka Peroksida
                                
                                
               = 1 ml/gr

    2.      Minyak Bimoli satu kali Penggorengan
    Angka FFA
                       
                       
      = 140,8 ml/gr
    Angka Peroksida
                                
                                
               = 2,2 ml/gr
    3.      Minyak Curah Kontrol
    Angka FFA
                       
                       
                       = 166,4 ml/gr
    Angka Peroksida
                                
                                
               = 0,8 ml/gr

    4.      Minyak Curah satu kali Penggorengan
    Angka FFA
                       
                       
      = 192 ml/gr
    Angka Peroksida
                                
                                
               = 1,6 ml/gr
PEMBAHASAN

Hasil penelitian Aminah (2009) memperlihatkan kadar FFA semakin tinggi dengan meningkatnya pengulangan penggorengan. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi dapat berpengaruh terhadap flavor minyak. Selama proses penggorengan akan terjadi pengupan kadar air dari bahan. Kadar air bahan dapat berpengaruh terhadap reaksi hidrolisa selama proses penggorengan. Air makanan dalam jumlah banyak dapat mempercepat kerusakan minyak (Fardiaz, 1996).
 Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasilkan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Angka FFA (Free Fat Acid) dicari untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak. Semakin tinggi nilai angka FFA maka semakin tinggi kerusakan minyak tersebut. Minyak Bimoli kontrol memiliki nilai FFA paling rendah yaitu 128 ml/gr dan itu membuktikan bahwa minyak tersebut belum banyak mengalami kerusakan. Tingkat kerusakan tertinggi terjadi pada minyak Curah satu kali penggorengan yaitu sebanyak 192 ml/gr. Hasil perhitungan membuktikan angka FFA yang semakin tinggi dari perlakuan pada minyak Bimoli kontrol (128 ml/gr), Bimoli satu kali penggorengan (140,8 ml/gr), Curah control (166,4 ml/gr), dan yang tertinggi minyak Curah satu kali penggorengan (192 ml/gr).
Angka peroksida dicari untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Nilai peroksida yang tinggi menyatakan bahwa minyak tersebut sudah mengalami oksidasi sedangkan nilai peroksida yang rendah menyatakan oksidasi masih dini tapi tidak selalu karena angka peroksida yang rendah bisa disebabkan oleh laju pembentukan peroksida baru yang lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain. Hasil pengamatan dan perhitungan memperlihatkan bahwa pada minyak Bimoli satu kali penggorengan memiliki nilai peroksida yang tertinggi yaitu 2,2 ml/gr, minyak Curah satu kali penggorengan yang memiliki nilai angka peroksida 1,6 ml/gr, minyak Bimoli kontrol 1,2 ml/gr, dan minyak Curah kontrol sebanyak 0,8 ml/gr. Tapi, terdapat kesalahan pada proses pengamatan minyak Curah kontrol, sebelum dititrasi dilakukan penyimpanan ditempat gelap dan erlenmeyer ditutup rapat sedangkan yang terjadi adalah erlenmeyer tidak tetutup rapat dan akhirnya minyak yang seharusnya berubah warna menjadi ungu kehitaman malah tidak ada perubahan warna, akibatnya proses selanjutnya gagal karena tidak didapatkan angka peroksida yang diinginkan.  


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan, dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Angka peroksida digunakan untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak.
2.      Angka FFA (Free Fat Acid) digunakan untuk mengetahui tingkat kerusakan minyak.
3.      Angka peroksida yang tinggi menyatakan minyak yang sudah mengalami oksidasi sedangkan angka peroksida yang rendah menyatakan oksidasi pada minyak masih sedikit.
4.      Angka FFA semakin tinggi nilainya maka semakin tinggi tingkat kerusakan minyak.
5.      Angka FFA tertinggi terdapat pada minyak Curah satu kali penggorengan (192 ml/gr) dan yang terendah pada minyak Bimoli kontrol (128 ml/gr).
6.      Angka peroksida tertinggi pada minyak Bimoli satu kali penggorengan (2,2 ml/gr) dan terendah pada minyak Curah kontrol (0,8 ml/gr).
7.      Pada minyak Curah kontrol terjadi kesalahan saat praktikum yaitu tidak ditutup rapat dan akhirnya angka peroksida jadi sangat rendah.



ACARA IV
ANTIOKSIDAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak mempunyai sistem pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Kekhawatiran terhadap efek samping antioksidan sintetik maka antioksidan alami menjadi alternatif yang terpilih (Sunarni et al., 2007).
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metode titrasi iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri. Oleh karena itu, dalam praktikum dilakukan pengujian kerusakan/ketengikan pada minyak Bimoli dan minyak Curah yang sudah ditambahkan antioksidan.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui efektifitas senyawa antioksidan yang ditambahkan pada minyak Curah dan Bimoli.


TINJAUAN PUSTAKA


Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Berdasarkan sumber perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan buatan (sintetik). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).
Menurut Maulida dan Naufal (2010), antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralisir radikal beban dan melindungi tubuh dari beragam penyakit, termasuk penyakit degeneratif pada usia lanjut seperti arteriosklerosis, demensu penyakit Alzheimer serta membantu menekan proses tua. Antioksidan dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom dengan elektron yang tidak berpasangan, mendapat pasangan elektron sehingga tidak liar lagi. Peran positif dari antioksidan adalah membantu sistem pertahanan tubuh bila ada unsur pembangkit penyakit memasuki dan menyerang tubuh.
Proses ketengikan sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan anti oksidan akan menghambatnya. Penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin. Wadah lebih baik terbuat dari aluminium atau stainless steel; lemak harus dihindarkan dari logam besi atau tembaga. Bila minyak telah diolah menjadi makanan, pola ketengikannya akan berbeda. Kandungan gula yang tinggi mengurangi kecepatan ketengikan, misalnya biskuit yang manis akan lebih tahan tahan dari pada yang tidak bergula. Adanya antioksidan dalam bentuk lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi. Antioksidan terdapat secara alamiah dalam lemak nabati dan kadang-kadang sengaja ditambahkan. Ada dua macam antioksidan yaitu antioksidan primer dan antioksidan sekunder (Winarno, 2004).
Menurut Barus (2009), antioksidan dalam bahan makanan berlemak berperan sebagai inhibitor atau pemecah peroksida. Mekanisme oksidasi pada lemak/minyak pada prinsipnya merupakan proses pemecahan yang terjadi di sekitar ikatan rangkap dalam molekul gliserida. Proses oksidasi ini terjadi dalam satu seri tahap reaksi yaitu tahap inisiasi, diikuti oleh tahap propagasi dan tahap terminasi. Mekanisme oksidasi pada minyak/lemak penting dalam perencanaan operasi dan optimasi proses. Adanya logam walaupun dalam jumlah kecil (trace) mempunyai peran sebagai prooksidan karena menambah radikal bebas akibat perannya sebagai pemecah peroksida.
Antioksidan alami mampu melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif, mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat peroksidase lipid pada makanan. Meningkatnya minat untuk mendapatkan antioksidan alami terjadi beberapa tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya mempunyai gugus hidroksi dalam struktur molekulnya (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).
Ascorbic acid (AsA) diketahui mempunyai potensi sebagai antioksidan atau sebagai agen sinergistik antioksidan pada beberapa model dan makanan yang mengadung lipid. Ascorbic acid dapat juga mengakibatkan terpacunya oksidasi (pro-oksidan) pada minyak. Nampaknya ion besi merupakan hal utama yang mengakibatkan AsA sebagai prooksidan (Yin et al. 1993).


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu Dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 2 Juni 2014 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat Dan Bahan Praktikum
a.       Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, erlenmeyer, pipet ukur, bulp, dan buret.
b.      Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah minyak Bimoli kontrol, minyak Bimoli satu kali penggorengan, minyak Curah kontrol, minyak Curah satu kali penggorengan, larutan asam asetat kloroform, aquades, Na2S2O3 0,1 N, amilum 1%, dan larutan KI jenuh.

Prosedur Kerja
1.      Ditimbang 10 gr sampel dan ditambahkan antioksidan sesuai perlakuan.
2.      Disimpan suhu kamar 7 hari.
3.      Diamati dan ditambahkan 30ml larutan asam asetat kloroform.
4.      Dikocok hingga homogen dan ditambahkan larutan KI jenuh 0,5 ml.
5.      Didiamkan selama 2 menit dan ditambahkan 30ml aquades dan amilum 1% 1 ml.
6.      Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N hingga warna biru hilang dan hitung volume Na2S2O3 0,1N yang digunakan.
7.      Dihitung angka peroksida

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil pengamatan
Table 4.1 Hasil Pengamatan Antioksidan
Sampel
Volume Na2S2O3 (ml)
Angka Peroksida (ml/gr)
Minyak Bimoli kontrol
0,1
0,1
Minyak Bimoli satu kali Penggorengan
-
-
Minyak Curah kontrol
-
-
Minyak Curah satu kali Penggorengan
0,2
0,2

Hasil perhitungan
Minyak Bimoli kontrol                         
                                                              
   = 0,1 ml/gr

Minyak Curah satu kali penggorengan
                                                              
   = 0,2 ml/gr


PEMBAHASAN

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain dan dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai antioksidan harus mempunyai sifat-sifat: tidak toksik, efektif pada konsentrasi rendah (0,01-0,02%), dapat terkonsentrasi pada permukaan/lapisan lemak (bersifat lipofilik) dan harus dapat tahap pada kondisi pengolahan pangan umumnya.
Hasil pengamatan 4 macam sampel berbeda hanya 2 sampel yang berhasil yaitu sampel minyak Bimoli kontrol dan minyak Curah satu kali penggorengan dengan angka peroksida masing-masing sebesar 0,1 ml/gr untuk sampel Bimoli kontrol dan 0,2 ml/gr untuk sampel minyak Curah satu kali penggorengan. Angka peroksida yang tinggi mengindikasikan minyak sudah mengalami oksidasi sedangkan angka peroksida yang rendah tidak selalu mengindikasikan tingkat oksidasi yang masih sedikit. Sampel minyak Bimoli satu kali penggorengan dan minyak Curah kontrol yang gagal kemungkinan diakibatkan saat ditambahkan antioksidan sampel tidak terlalu digojog yang mengakibatkan antioksidan mengendap.
Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak Curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak Curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Antioksidan digunakan upaya untuk memperkecil proses terjadinya oksidasi dari lemak dan minyak karena antioksidan dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom elektron tak berpasangan mendapat pasangan dan tak liar lagi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan, dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat oksidasi molekul lain.
2.      Minyak Bimoli kontrol mendapatkan angka peroksida sebesar 0,1 ml/gr yang artinya tingkat oksidasi masih sedikit.
3.      Minyak Curah satu kali penggorengan mendapatkan angka peroksida sebesar 0,2 ml/gr yang artinya minyak sudah mengalami oksidasi.
4.      Minyak Bimoli satu kali penggorengan dan minyak Curah kontrol gagal dan akhirnya tidak didapatkan angka peroksida kemungkinan disebabkan oleh antioksidan yang mengendap.
5.      Faktor-faktor yang menyebabkan minyak teroksidasi adalah tergantung pada tipe minyak, kondisi penyimpanan, cahaya, oksidasi, dan suhu tinggi saat pengolahan.



ACARA V
HIDROLISA PROTEIN

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Protein merupakan makromolekul terbanyak yang dapat ditemui dalam sel hidup, yang merupakan komponen penting dan utama untuk sel hewan dan sel manusia. Protein dapat diisolasi dari seluruh sel ke bagian sel. Dalam hal ini, protein mempunyai peranan penting dalam biologi yang sangat penting, sebagai zat pembentuk, transport, katalisataor reaksi kimia, hormon, racun, dan yang lainnya. Protein ini mempunyai empat fungsi utamanya yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak untuk pertumbuhan jaringan baru, sebagai enzim, dan sebagai hormon.  Oleh karena itu, dalam praktikum ini dilakukan pengujian untuk mengetahui jumlah kadar protein pada  tahu, kecap, tempe, dan kedelai.

Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar protein (N total) dalam suatu bahan.



TINJAUAN PUSTAKA

Protein dapat larut dalam air dan jika dipanaskan dapat membeku (Abdi, 2001). Cara untuk mengklasifikasikan asam amino ada beberapa cara antara lain cara mendasar pada jumlah gugus karboksilat dan gugus asam amino yang terkandung oleh senyawa itu (Bayu, 2002). Semua asam amino atau peptida yang mengandung α amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna biru-ungu. Namun prolin dan hidroksipolin menghasilkan senyawa berwarna kuning (Berry, 2000).
Secara kimia dapat dibedakan antara protein sederhana yang terdiri dari polipeptida dan protein kompleks yang mengandung zat-zat makanan tambahan seperti hern, karbohidrat, lipid atau asam nukleat. Untuk protein kompleks, bagian polipeptida dinamakan aproprotein dan keseluruhannya dinamakan haloprotein. Secara fungsional protein juga menunjukkan banyak perbedaan. Dalam sel mereka berfungsi sebagai enzim, bahan bangunan, pelumas dan molekul pengembang. Tapi sebenarnya protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam amino melalui ikatan peptida (Hart, 1987). Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Molekul protein mengandung gula terpor belerang, dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarnno, 1997).
Denaturasi protein adalah hilangnya sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan gaya-gaya sekunder lain yang memutuskan molekul protein. Akibat dari suatu denaturasi adalah hilangnya banyak sifat-sifat biologis suatu protein. Salah satu penyebab denaturasi protein adalah perubahan temperatur, dan juga perubahan pH. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi adalah detergen, radiasi zat pengoksidasi atau pereduksi, dan perubahan jenis pelarut. Denaturasi dapat bersifat reversibel, jika suatu protein hanya dikenai kondisi denaturasi yang lembut seperti perubahan pH. Jika protein dikembangkan kelingkungan alamnya, hal ini untuk memperoleh kembali struktur lebih tingginya yang alamiah dalam suatu proses yang disebut denaturasi. Denaturasi umumnya sangat lambat atau tidak terjadi sama sekali (Fessenden, 1989).
Protein  bersifat  higroskopis sehingga akan mengabsorbsi air lebih banyak jika benih disimpan  di  dalam  kantong  terigu.  Salah  satu  faktor yang  memungkinkan  benih  mengabsorbsi  air  dari lingkungannya  adalah  komposisi  kimia  benih,  antara lain protein (Justice dan Bass, 1990). Peningkatan kadar air  benih  menyebabkan  hidrolisis  protein  dan  fluiditas membran  mitokondria  berkurang  sehingga  merubah bentuk  protein  yang  terikat  pada  bilayer  lipid  (Reed, 1997).


PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Waktu Dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Senin, 2 Juni 2014 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.

Alat Dan Bahan Praktikum
a.       Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah labu ukur, labu kjedahl, erlenmeyer, ruang asam, destilator, timbangan analitik, pipet ukur, pipet tetes, bulp, dan buret.
b.      Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah tahu, tempe, kecap, kedelai, H2SO4 pekat, NaOH 45%, H3BO4, HCl 0,1 N, selenium, batu didih, dan indikator pp.

Prosedur Kerja
a.       Ditimbang 1gr sampel.
b.      Ditambahkan 25ml H2SO4 pekat.
c.       Didiamkan semalam.
d.      Didekstruksi selama 3 jam (sampai bening).
e.       Didinginkan dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
f.       Dipipet 25 ml dan dimasukkan ke dalam labu kjedahl.
g.      Ditambahkan NaOH 45% hingga larutan bersifat basis, indikator pp 3 tetes, dan 4 biji batu didih.
h.      Didestilasi dan destilatnya ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml asam borat (H3BO4), destilasi dihentikan apabila warna penampung berubah dari warna merah menjadi hijau.
i.        Destilat dititrasi dengan HCl 0,1N sampai warna menjadi merah jambu.
j.        Dihitung kadar proteinnya.

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Hidrolisa Protein.
Sampel
Volume Titrasi (ml)
Kadar Protein (%)
Kecap
0,7
1,9331
Tempe
5
15,7870
Kedelai 1
8,9
28,3521
Kedelai 2
9,6
30,6074
Tahu
4
12,5651
Blanko
0,1
-

Hasil Perhitungan

Kadar protein kecap
                                     
   = 1,9331%

Kadar protein tempe
                                     
   = 15,7870%

Kadar protein kedelai 1
                                     
   = 28,3521%

Kadar protein kedelai
                                     
   = 30,6074%

Kadar protein tahu
                                     
   = 12,5651%



PEMBAHASAN

Protein merupakan makromolekul terbanyak yang dapat ditemui dalam sel hidup. Protein dapat larut dalam air dan jika dipanaskan dapat membeku (Abdi, 2001). Secara kimia protein dapat dibedakan menjadi 2 yaitu protein sederhana yang terdiri dari polipeptida dan protein kompleks yang mengandung zat-zat makanan tambahan. Protein memiliki beberapa fungsi yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak, untuk pertumbuhan jaringan baru, sebagai enzim, dan sebagai hormon.
Hasil pengamatan dari pengujian kadar protein pada kecap, tahu, tempe, dan kedelai. Selama pengujian sampel kecap yang didekstruksi masih ada sisanya yang belum terdekstruksi jadi akhirnya kadar protein yang dihasilkan tidak maksimal jumlah kadar protein yang dihasilkan yaitu sebesar 1,9331%. Kadar protein yang dihasilkan ini jauh lebih rendah dari daftar kadar protein yang ada di DKBM-Indonesia yaitu 5,75% (Depkes RI; 2005).
Pengujian sampel tahu dan tempe menghasilkan kadar protein masing-masing sebesar 12,565% untuk tahu dan 15,7870% untuk tempe. Kadar protein tempe sudah didapatkan melebihi kadar protein dari DKBM-Indonesia yaitu 14,00% sedangkan kadar protein tahu sudah jauh melebihi kadar protein dari DKBM-Indonesia yaitu sebesar 7,90% (Depkes RI; 2005).
Pengujian dua sampel kedelai menghasilkan kadar protein masing-masing sebesar 28,3521% dan 30,6074%. Kedua hasil kadar protein yang dihasilkan jauh dibawah kadar protein yang terdaftar dari DKBM-Indonesia yaitu sebesar 40,40%. Semua hasil pengujian tersebut membuktikan bahwa kadar protein dari kedelai mentah atau yang belum diolah memiliki kadar protein mentah tapi setelah diolah menjadi tempe dan tahu kadar proteinnya menjadi lebih besar. Faktor yang menentukan kadar protein bahan pangan yaitu jenis benih, proses penanaman hingga panen, proses pengolahan dan kualitas bahan atau produk yang sudah siap diolah atau siap dikonsumsi.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pengamatan, perhitungan, dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.      Kadar protein kecap (1,9331%) dan kedelai (28,3521% dan 30,6074%) didapatkan jauh di bawah kadar protein dari DKBM-Indonesia sebesar 5,75% dan 40,40%.
2.      Kadar protein tahu dan tempe masing-masing sebesar 12,5651% dan 15,7870% berada jauh diatas kadar protein dari DKBM-Indonesia yaitu sebesar 7,90% dan 14,00%.
3.      Terjadi kesalahan pada pengujian sampel kecap yaitu masih ada sisa sampel pada dinding labu kjedahl yang belum terdekstruksi (sampai bening).
4.      Kadar protein kedelai yang sudah diolah menjadi tahu dan tempe lebih besar daripada kadar protein pada kedelai mentah.
5.      Kadar protein ditentukan dari awal benih sampai proses penanaman dan bagaimana proses pengolahannya menjadi makanan siap makan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdi. 2001. Konsep-konsep Dasar Biokimia. Departemen P dan K. Bandung. Ali Mahrus, 2010. Pigmen Karotenoid. http://nakedfishes.blogspot.com. (Diakases pada tanggal 21 Mei 2014).
Alyas, S. A., Abdullah, A., Idris, N. A. 2006. Change of β-Carotene Content During Heating of Red Palm Olein. Journal of oil Research (Special Issue-April 2009), p. 99-120.
Aminah. S. 2009. Retensi Vitamin A oleh Tempe dan Minyak Goreng Curah pada Penggorengan Berulang. Tesis (belum dipublikasikan).
Anonim. 2008. Gelatinisasi Pati/Adonan Berbasis Pati. http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/06/20/gelatinisasi-pati-adonan-berbasis-pati/ (Diakses tanggal 16 Juni 2014).
Anonim a. 2010. Mocaf. http://seafast.ipb.ac.id/research/products/79-mocaf/(Diakses tanggal 16-06-2014).
Anonim b. 2010. Gelatinisasi Pati. http//ceeva.wordprees.com/2010/01/10/gelatinisasi-pati-puna-ceeva/.
Anonim c .2010. Gelatinisasi Pati. http://ceeva.wordpress.com/2010/01/18/ gelatinisasi-pati-puna-ceeva/ (Diakses tanggal 16 Juni 2014).
Anonim a. 2012. Tepung. http://id.wikipedia.org/wiki/Tepung (Diakses tanggal 16 Juni 2014).
Anonim b.2012. Antioksidan dan Radikal Bebas. http://www.metris-community.com/antioksidan-dan-radikal-bebas/. Diakses pada 16 Mei 2014.
Ashrie, 2010. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Barus, Pina. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami Pada Industri Bahan Makanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Bayu. D,. 2002. Dasar-dasar Dalam Memahami Biokimia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Perguruan Tinggi. Semarang.
Berry, S. 2000. Dasar Kimia SMA III. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Depkes RI. 2005. Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). (diakses pada tanggal 5 Juni 2014). Mataram.
Fardiaz. D. 1996. Perubahan Sifat Fisiko Kimia Bahan Selama Proses Ekstrusi, Penggorengan dan Pemanggangan. Modul Pelatihan Produk-produk Olahan Ekstrusi, Bakery dan Frying. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi dengan Kantor Menteri Negara Urusan Pangan. Tambun-Bekasi.
Fessenden, RJ and Fessenden, J.S. 1989. Kimia Organik Jilid II. Erlangga. Jakarta.
Gunawan, Mudji Triatmo, MA dan Arianti Rahayu. 2003. Analisis Pangan; Penentuan Angka Peroksida dan Asam Lemak Bebas pada Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng. Jurnal SKA Vol. VI No.3 Hal.2.
Hart, H. 1987. Kimia Organik, ahli bahasa. Sumarnir Ahmad. Erlangga. Jakarta.
Justice, O. L, L. N. Bass dalam Aurellia, Tatipata. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih dalam Pengaruh Kadar Air Awal, Kemasan dan Lama Simpan terhadap Protein Membran dalam Mitokondria Benih Kedelai. Jurnal Bul. Agron. Vol.1 Hal.6.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Kuncahyo, Ilham dan Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi. L) Terhadap 1,1-Dyphelnylh,-2-Picrylhidrazyl (DPPH). Semnas Teknologi ISSN: 1978-9777.
Maulida, Dewi dan Naufal Zulkarnaen. 2010. Ekstraksi Antioksidan (Likopen) dari Buah Tomat dengan Menggunakan Sovent Campuran, n-Heksana, Aseton dan Etanol. Universitas Diponegoro. Semarang.
Muchtadi, Tien, R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Nintya Setiari dan Yulitas Nurcahyati, 2009. Eksplorasi Kandungan Khlorofil Pada
Beberapa Sayuran Hijau. Biologi MIPA. Undip. Yogyakarta.
Reed, D. dalam Aurellia, Tatipata. 1997. Mikokhondrial Demage dalam Pengaruh Kadar Air Awal, Kemasan dan Lama Simpan terhadap Protein Membran dalam Mitokondria Benih Kedelai. Jurnal Bul. Agron. Vol.1 Hal.6.
Siti Aminah dan Joko Teguh Isworo. 2010. Praktek Penggorengan dan Mutu Minyak Goreng Sisa pada Rumah Tangga di. RT. V RW. III Kedungmundu Tembalang Semarang. Jurnal Unimus.
Siswoyo, Tri Agus dan Matiyas Pujirahayu. 2009. Efektivitas Penambahan Antioksidan L-As. Corbyl Palmitate Hasil Sintesis Secara Enzimatik pada Minyak Kelapa. Jurnal Ilmu Dasar Vol.10 No.1 Hal.1.
Sunarni, Titik. Suwidjiyo Pramono, dan Ratna Asmah. 2007. Flavonoid Antioksidan Penangkap Radikal dari Daun Kepel (Stelechocarpus buranol (BI) Hookf & Th). Majalah Farmasi Indonesia. 18 (3) 111-116.
Tseng, Y. C., R. Moreira, and X. Sun. 1996. Total Frying-Use Time Effects On Soyzeanoil Deterioration and On Tortilla Chips Quality. International Journal of Food Science and Technologi; 31.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta.
Wiwing, 2008. Isolasi Dan Identifikasi Zat Warna. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Yin MC, Faustman. C, Riesen JW, Williams SN. 1993. α-Tocopherol and Ascorbate Delay Oxymyoglobin and Phospholipid Oxidation In Vitro. J. Food. Sci. 58; 1273-1276, 1281.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar