DAFTAR
ISI
Halaman
HALAMAN
JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii
KATA PENGANTAR............................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................................ iv
DAFTAR TABEL................................................................................................... vi
ACARA I: GELATINISASI
Pendahuluan.................................................................................................. 1
Tinjauan Pustaka............................................................................................ 2
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 4
Hasil Pengamatan.......................................................................................... 6
Pembahasan................................................................................................... 7
Kesimpulan.................................................................................................... 9
ACARA II: PIGMEN
Pendahuluan.................................................................................................. 10
Tinjauan Pustaka............................................................................................ 11
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 13
Hasil Pengamatan.......................................................................................... 15
Pembahasan................................................................................................... 16
Kesimpulan.................................................................................................... 17
ACARA III: PENENTUAN
ANGKA PEROKSIDA DAN FFA
Pendahuluan.................................................................................................. 18
Tinjauan
Pustaka............................................................................................ 19
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 21
Hasil Pengamatan dan Perhitungan............................................................... 23
Pembahasan................................................................................................... 25
Kesimpulan.................................................................................................... 27
ACARA IV: ANTIOKSIDAN
Pendahuluan.................................................................................................. 28
Tinjauan Pustaka............................................................................................ 29
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 31
Hasil Pengamatan dan Perhitungan............................................................... 32
Pembahasan................................................................................................... 33
Kesimpulan.................................................................................................... 34
ACARA V: HIDROLISA
PROTEIN
Pendahuluan.................................................................................................. 35
Tinjauan Pustaka............................................................................................ 36
Pelaksanaan Praktikum.................................................................................. 38
Hasil Pengamatan dan Perhitungan............................................................... 40
Pembahasan................................................................................................... 42
Kesimpulan.................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR
TABEL
Tabel
Halaman
Tabel 1.1 Hasil Pengamatan Gelatinisasi................................................................... 6
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Pigmen.......................................................................... 15
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Angka
Peroksida dan FFA........................................... 23
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Antioksidan.................................................................. 32
Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Hidrolisa
Protein.......................................................... 40
ACARA I
GELATINISASI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Gelatinisasi adalah
penamaan dari proses pemanasan pati dengan air, dan proses ini dilakukan dengan
tujuan untuk membentuk gelatin. Pembengkakan yang muncul sama gelatinisasi
sehingga mengubah suspensi untuk sementara menjadi koloid permanen (GEL). Granula
pati tetap tidak dapat larut dalam air dingin, namun jika dipanaskan maka
granula akan kembali membengkak cepat pada temperatur panas tersebut. Hal ini
mungkin juga terjadi karena granula pati dapat menyerap dan mengikat air dengan
tanpa adanya pengadukan. Karena dengan adanya pengadukan akan menyebabkan
granula menjadi pecah akibat energi kinetik molekul air menjadi lebih kuat dibandingkan
dengan daya tarik menarik antara molekul dalam pati. Oleh karena itu, perlu
dilakukan uji gelatinisasi untuk mengetahui gelatinisasi pada penambahan gel
selama dipanaskan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk
mengetahui proses terjadinya gelatinisasi dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
TINJAUAN
PUSTAKA
Karbohidrat
merupakan sumber energi utama bagi manusia. Selain itu karbohidrat juga dapat
berperan dalam pengolahan pangan. Bentuk molekul karbohidrat paling sederhana
terdiri dari satu molekul gula sederhana yang disebut monosakarida, misalnya
glukosa, galaktosa, dan fruktosa. Banyak karbohidrat merupakan polimer yang
tersusun dari molekul gula yang terangkai menjadi rantai yang panjang serta
dapat pula bercabang-cabang, disebut polisakarida, misalnya pati, kitin dan
selulosa. Selain monosakarida dan polisakarida, terdapat pula disakarida (rantai
dua monosakarida) dan oligosakarida (rangkaian beberapa monosakarida) (Anonim,
2010).
Tepung
adalah partikel padat yang berbentuk butiran halus atau sangat halus tergantung
pemakaiannya. Biasanya digunakan untuk keperluan penelitian, rumah tangga, dan
bahan baku industri. Tepung bisa berasal dari bahan nabati misalnya tepung
terigu dari gandum, tapioka dari singkong, maizena dari jagung dan hewani
misalnya tepung tulang dan tepung ikan. Kemampuan melakukan gelatinisasi
tergantung pada konsentrasi pati yang terdapat pada masing-masing jenis tepung
tersebut (Anonim, 2012).
Gelatinisasi merupakan
fenomena pembuatan gel yang diawali dengan pembengkakan granula pati akibat
penyerapan air. Bila pati mentah dimasukan ke dalam air dingin, granula pati
akan menyerap air dan mulai bengkak namun terbatas, sekitar 30% dari berat tepung. Proses
pemanasan adonan tepung menyebabkan granula semakin membengkak karena
penyerapan air semakin banyak. Suhu dimana pembengkakan maksimal disebut dengan
suhu gelatinisasi (Anonim, 2008).
Beras ketan (juga
disebut ketan, beras manis, beras lilin, beras mochi dan beras mutiara) adalah
jenis beras Asia yang lengket saat dimasak. Hal ini disebut glutinous yang artinya menjadi seperti
lemah atau lengket dan tidak dalam arti yang mengandung gluten (Anonim, 2012). Pati
jagung atau yang biasa disebut tepung maizena merupakan sumber karbohidrat yang
digunakan untuk pembuatan roti, kue kering, makanan bayi dan lain-lain, serta
digunakan dalam industri farmasi (Anonim, 2008). Mocaf (Modified Cassava Flour) adalah produk turunan dari tepung singkong
yang menggunakan prinsip memodifikasi sel singkong secara fermentasi, yang
menhasilkan karakteristik khas, sehingga dapat digunakan sebagai food ingredient dengan skala sangat luas
(Anonim, 2010).
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
Waktu Dan Tempat
Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan
pada hari Senin, 19 Mei 2014 di Laboratorium Kimia dan Biokimia Pangan Fakultas
Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan
Praktikum
a. Alat-alat
Adapun alat-alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, pipet ukur, tabung
reaksi, penjepit, penangas air, dan labu ukur.
b. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah tepung ketan, tepung maizena, tepung
mocaf, tepung tapioka, HCL 10%, aquades, NaOH 10%, dan larutan gula.
Prosedur Kerja
1.
Disiapkan alat dan bahan
praktikum.
2.
Ditimbang masing-masing
sampel sebanyak 5 gram kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi.
3.
Ditambahkan masing-masing
larutan sesuai perlakuan.
Kelompok V: Tepung
ketan+aquades.
Tepung
ketan+NaOH.
Kelompok VI: Tepung
mocaf+HCl.
Tepung mocaf+aquades.
Kelompok VII: Tepung
maizena+larutan gula.
Tepung
meizena+HCl.
Kelompok VIII: Tepung tapioka+larutan
gula.
Tepung
tapioka+aquades.
4.
Digojog sampai homogen dan
diamati sebelum digojog sebelum dipanaskan.
5.
Dipanaskan selama 30 menit
dan diamati setiap 10 menit.
6.
Diamati gel yang tarbentuk
dan dicatat hasilnya.
HASIL
PENGAMATAN
Tabel 1.1 Hasil
Pengamatan Gelatinisasi
Perlakuan (sampel)
|
Sebelum dipanaskan
|
Setelah dipanaskan
|
||
10 menit I
|
10 menit II
|
10 menit III
|
||
Tepung
ketan+aquades
|
-
|
-
|
+
|
+
|
Tepung
ketan+NaOH
|
++
|
+++
|
+++
|
+++
|
Tepung
mocaf+aquades
|
-
|
-
|
+
|
+
|
Tepung
mocaf+HCl
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tepung
maizena+larutan gula
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tepung
maizena+HCl
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Tepung
tapioka+larutan gula
|
-
|
-
|
-
|
+
|
Tepung
tapioka_aquades
|
-
|
-
|
-
|
-
|
Keterangan:
+++ : sangat cepat terbentuk gel.
++ : cepat terbentuk gel.
+ : lambat terbentuk gel.
-
:
tidak terbentuk gel.
PEMBAHASAN
Gelatinisasi
adalah polimer D-glukosa yang ditemukan sebagai karbohidrat simpanan dalam
tumbuhan. Pati tersusun dari dua fraksi yaitu yang tidak terlarut dalam air
tetapi yang disebut Amilosa dan Amilopektin. Pati banyak digunakn di dalam
industri makanan dan keberadaannya sangat penting dalam suatu struktur zat
pangan.
Praktikum
ini dilakuan dengan menggunakan bahan 4 tepung yaitu ketan, mocaf, maizena, dan
tapioka. Bahan lainnya adalah aquades, HCl 10%, NaOH 10%, dan larutan gula.
Mekanisme gelatinisasi, jika suspensi pati di dalam air dipanaskan, air akan
terpenetrasi melalui lapisan terluar menuju ke bagian dalam granula sehingga
granula akan mulai mengembang. Molekul-molekul yang berantai panjang akan saling
terlepas pada campuran pati-pati akan menjadi lebih kental, membentuk sol suatu
sistem hidrokoloid.
Tepung
mocaf dan maizena yang dicampurkan HCl 10% tidak terjadi pembentukan gel dari
sebelum dipanaskan sampai dipanaskan selama 30 menit pada suhu 37oC.
hal ini juga terjadi pada tepung tapioka yang dicampurkan aquades dan tepung
maizena yang dicampurkan larutan gula. Sedangkan tepung ketan dan mocaf yang
dicampurkan aquades lalu tepung tapioka yang dicampurkan larutan gula sangat
lambat terbentuk gel, sedangkan pembentukan gel yang terjadi sangat cepat pada
campuran tepung ketan dan NaOH.
Berdasarkan
hasil diatas granula tidak dapat larut dalam larutan gula dan aquades. Tetapi
apabila dipanaskan granula pati kembali membengkak dengan cepat pada temperatur
panas tertentu. Hal ini terjadi karena granula pati menyerap air dan mengikat
air tanpa adanya pengadukan dengan adanya gelatinisasi terjadi juga perubahan
viskositas. Pemanasan yang lama
mengakibatkan viskositas yang semakin tinggi. Karakteristik granula pati
amilosa akan membentuk gel lebih mudah menyerap air dengan amilosa cepat
terjadi pada konsentrasi rendah. Suhu gelatinisasi pati di pengaruhi oleh
konsentrasi pati dan pH larutan. Larutan gula mempunyai kemampuan untuk mengikat air sehingga menggangu proses
gelatinisasi dan mengakibatkan tidak terbentuknya gel. Sedangkan NaOH yang
digunakan tidak mempunyai kemampuan untuk mengikat air sehingga tidak menggangu
proses gelatinisasi dan terbentuknya gel.
Semakin
kental suatu larutan, proses gelatinisasi akan semakin cepat pada pH tinggi, maka
dapat terbentuk gel dengan cepat dan tidak terjadi perubahan viskositas selama
pemanasan. Semakin rendah kekentalan suatu larutan maka proses pembengkakan
granula pati akan semakin lambat. pH atau potensial hidrogen merupakan banyaknya
ion H+ atau OH- yang mampu bertindak sebagai donor atau
aseptor elektron dalam suatu larutan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan
dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1.
Proses gelatinisasi terjadi
karena kerusakan ikatan hidrogen yang berfungsi untuk mempertahankan struktur dan
integritas pati.
2.
Gel tidak terbentuk pada
campuran tepung mocaf dan HCl, tepung maizena dan larutan gula, tepung maizena
dan HCl, dan tepung tapioka dan aquades.
3.
Gel terbentuk lambat pada
campuran tepung ketan dan aquades, tepung mocaf dan aquades, dan tepung tapioka
dan larutan gula.
4.
NaOH merupakan larutan yang
mempercepat pembentukan gel karena pemasakan dalam kondisi basah.
5.
Faktor-faktor yang
mempengaruhi gelatinisasi anatra lain yaitu suhu, pH, konsentrasi pati dan
jenis granula.
ACARA II
PIGMEN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pigmen adalah zat warna alami pada
tumbuhan. Pigmen tergolong dalam beberapa jenis salah satunya adalah klorofil,
karotenoid, antosianin, antosianin dan tanin. Khlorofil merupakan pigmen yang
berwarna hijau yang terdapat di dalam khloroplas bersama karotenoid dan xantofil.
Karotenoid merupakan pigmen tanaman yang berwarna kuning, orange, merah serta larut di dalam minyak (lipida). Warna dari
pigmen antosianin merah, biru, dan violet biasanya dijumpai pada bunga,
buah-buahan dan sayuran. Sedangkan antosianin yang berwarna kuning larut dalam
air. Antosianin banyak terdapat dalam lender sel daun yang kebanyakan tidak
digunakan sebagai makanan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengamatan proses
terjadinya perubahan warna pigmen selama proses pemanasan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah untuk megetahui proses terjadinya pigmen selama pengolahan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Bebarapa pigmen yang
penting yaitu tergolong dalam kelompok khlorofil, karotenoid, antosianin,
antoxantin, serta tannin. Warna hijau ini berasal dari khloroifil yang
merupakan pigmen yang terdapat khloroplas bersama-sama dengan karoten dan
xantofil. Karotenoid adalah suatu zat alami yang sangat penting yang mempunyai
sifat larut dalam lemak atau pelarut organik tetapi tidak larut dalam air yang
merupakan suatu kelompok pigmen yang berwarna orange, merah, dan kuning.
Karotenoid tampak jika hanya terdapat sedikit atau tidak khlorofil sama sekali
(Winarno, 1992).
Beberapa pigmen yang
tergolong dalam kelompok khlorofil, karotenoid, antosianin, antoxantin serta tanin.
Pigmen-pigmen golongan karoten yang sangat penting yang dilihat dari segi
kebutuhan gizi manusia maupun hewan. Hal ini disebabkan karena sebagian
karotenoid dapat diubah menjadi vitamin A. Dimana pigmen-pigmen ini banyak
ditemukan didalam tanaman bersama-sama dengan khlorofil. Berdasarkan
unsur-unsur penyusunnya karotenoid digolongkan dalam dua kelompok pigmen yaitu
karoten dan xantofil (Ali, 2010).
Pigmen karotenoid
mempunyai struktur alifatik dan slistik yang pada umunya disusun oleh delapan
unit isoperen, dimana gugus metal yang dekat pada molekul pusat terletak pada
posisi e1 dan e5 serta diantaranya terdapat ikatan ganda terkonjugasi. Semua
senyawa karotenoid mengandung sekurang-kurangnya empat gugus metal dan selalu
terdapat ikatan ganda terkonjugasi diantara gugus metal. Adanya ikatan ganda
pada terkonjugasinya dalam ikatan karotenoid menandakan adanya gugus ksomofora yang menyebabkan terbentuknya
warna pada karotenoid. Semakin banyak ikatan ganda terkonjugasi, maka semakin
pekat warna karotenoid tersebut yang mengarah ke warna merah (Ashrie, 2010).
Kangkung
merupakan salah satu tanaman yang daunnya banyak mengandung khlorofil dan
karotenoid. Khlorofil merupakan zat warna hijau pada daun. Khlorofil berasal
dari bahasa Yunani yaitu “ehloros”
hijau dan “pylon” daun. Khlorofil a
dan b adalah pigmen tambahan yang dibutuhkan dalam reaksi fotosintesis,
diproduksi di khloroplas pada jaringan fotosintesis yang ada di daun (Wiwing, 2008).
Khlorofil atau pigmen warna pada
tumbuhan banyak dimanfaatkan sebagai food
supplement yang dimanfaatkan untuk membantu mengoptimalkan fungsi metabolik,
sistem imunitas, detoksifikasi, meredakan radang (inflamatorik) dan
menyeimbangkan sistem hormonal. Khlorofil juga membantu merangsang pembentukan
darah karena menyediakan bahan dasar tanaman, suplemen siap saji berbahan dasar
khlorofil juga sudah diproduksi dari alga contohnya Spirulina sejenis alga biru hijau. Peran ini disebabkan karena
struktur khlorofil yang menyerupai hemoglobin darah dengan perbedaan pada atom
penyusun inti dari cincin porofirinnya (Nitya dan Yulita, 2009).
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Praktikum
Praktikum
ini dilaksanakan pada hari Senin, 19 Mei 2014 di Laboratorium Kimia dan Bokimia
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat
dan Bahan Praktikum
a.Alat-alat
Adapun alat-alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah panci, kompor gas, piring, penjepit dan tissue.
b.Bahan-bahan
Adapun
bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kangkung dan air.
Prosedur
Kerja
1. Dicuci
dan dibersihkan kangkung.
2. Diamati
sebelum dipanaskan.
3. Dimasak
air hingga mendidih.
4. Dipanaskan
selama 5 menit dengan perlakuan yang berbeda.
I. Kangkung
dikukus dengan panci terbuka.
II. Kangkung
dikukus dengan panci tertutup.
III. Kangkung
direbus dengan panci terbuka.
IV. Kangkung
direbus dengan panci tertutup.
5. Diamati
dan dicatat hasilnya.
HASIL
PENGAMATAN
Tabel
2.1 Hasil Pengamatan Perubahan Pigmen
Perlakuan
|
Perubahan yang Terjadi
|
|
Sebelum Pemanasan
|
Sesudah Pemanasan
|
|
Dikukus dengan panci terbuka
Dikukus dengan panci tertutup
Direbus dengan panci terbuka
Direbus denga panci tertutup
|
-
Warna daun dan batang hijau
-
Tekstur daun dan batang keras
-
Warna daun dan batang hijau
-
Tekstur batang dan daun keras
-
Warna daun dan batang hijau
-
Tekstur daun dan batang keras
-
Warna daun dan batang hijau
-
Tekstur daun dan batang keras
|
-
Warna batang dan daun hijau
-
Tekstur daun agak layu dan batang keras
-
Warna daun dan batang hijau
-
Tekstur daun layu dan batang agak lunak
-
Warna batang hijau layu dan daun hijau layu
-
Tekstur daun dan batang agak layu
-
Warna batang hijau layu
-
Tekstur daun dan batang agak keras
|
PEMBAHASAN
Pigmen adalah zat warna
alami pada tumbuhan. Pigmen tergolong dalam beberapa jenis yang salah satunya
adalah khlorofil, karotenoid, antosianin, antoxantin serta tanin. Khlorofil
merupakan pigmen berwarna hijau yang terdapat pada khloroplas bersama karoten dan
xantofil. Tanaman kangkung berasal dari India, yang kemudian menyebar ke
Malaysia, Birma, Indonesia, Cina Selatan, Australia, dan Afrika. Selain rasanya
enak kangkung juga memiliki kandungan gizi cukup tinggi. Selain vitamin A, B1,
dan C, juga mengandung protein, kalsium, fosfor, besi, karoten, hentriakontan,
dan sitosterol (Purnawan, 2008).
Praktkum ini menggunakan
bahan tanaman kangkung yang memiliki daun cukup banyak mengandung khlorofil dan
karotenoid. Berdasarkan hasil pengamatan warna kangkung sebelum pemanasan
berwarna hijau segar dengan tekstur keras, setelah mengalami pemanasan berubah
warna dengan tekstur keras dan agak layu. Proses perubahan warna dapat
dipengaruhi oleh substansi magnesium oleh hidrogen membentuk feotitin atau
khlorofil yang kehilangan magnesium. Reaksi tersebut berjalan cepat pada
larutan yang bersifat asam. Dalam pemanasan kangkung terbentuknnya asam-asam
organik yang dapat menurunkan pH. Apabila kangkung direbus dengan panci terbuka
terdapat hasil warna batang menjadi hijau layu dan tekstur agak hijau.
Sedangkan jika kangkung dikukus dengan panci tertutup tekstur menjadi layu dan warna tetap hijau. Bila panci
dibuka asam-asam itu dapat teruap keluar panci dan warna hijau dapat
dipertahankan. Daun kangkung yang masih berespirasi.
Protein melindungi
kangkung dari pengaruh asam. Proses pemanasan menyebabkan protein terdenaturasi
dan khlorofil dilepaskan sehingga terjadi substitusi magnesium membentuk
fefitin berwarna agak hijau. Tekstur setelah pemanasan akan menjadi lebih lunak
karena jaringan akan mudah terurai pada kondisi panas.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
pengamatan dan pembahasan diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pigmen
terbagi menjadi dua yaitu khlorofil dan karotenoid.
2. Khlorofil
adalah kelompok pigmen fotosintesis yang terdapat dalam tumbuhan.
3. Kangkung
pada sebelum pemanasan berwarna hijau segar dan tekstur batang keras. Setelah
pemanasan terjadi perubahan warna menjadi agak hijau dan tekstur daun dan batang
layu.
4. Makin
lama pemanasan tingkat perubahan warnanya makin rendah.
5. Terdapat
warna hijau tua pada kangkung yang telah dipanaskan dengan panci tertutup.
ACARA III
PENENTUAN ANGKA
PEROKSIDA DAN ANGKA FFA
PENDAHULUAN
Latar belakang
Bilangan peroksida adalah
indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi angka peroksida
sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak yang
mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang
menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk
menentukan angka peroksida adalah dengan metode titrasi iodometri. Penentuan
besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri.
Peroksida terbentuk
pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa
oleofin menghasilkan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam
proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi
dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen
dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian untuk mengetahui penentuan angka
peroksida dan angka FFA.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan praktikum
ini adalah untuk mengetahui besarnya angka peroksida dan angka FFA pada minyak
jenuh dan minyak tidak jenuh.
TINJAUAN
PUSTAKA
Minyak goreng merupakan
salah satu kebutuhan pokok manusia yang berfungsi sebagai media pengolahan bahan
pangan. Selain memperbaiki struktur fisik dari bahan pangan yang digoreng,
minyak goreng dapat menambah gizi dan nilai kalori serta memberikan cita rasa
yang khas dari bahan pangan. Namun, yang menjadi masalah adalah penggunaan
minyak goreng yang berulang-ulang dapat menyebabkan kerusakan pada minyak
tersebut. Dalam bukunya menyebutkan bahwa jika minyak dipanaskan berulang-ulang
pada suhu tinggi dan waktu yang cukup lama, maka akan menghasilkan senyawa
polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Lebih lanjut, menjelaskan bahwa
berbagai macam gejala keracunan, yaitu iritasi saluran pencernaan, pembengkakan
organ tubuh, depresi, pertumbuhan, dan kematian telah diobservasi pada hewan
yang telah diberi lemak yang dipanaskan dan teroksidasi. Asam lemak bebas
terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisis enzim selama pengolahan dan
penyimpanan (Ketaren, 1986).
Biasanya porsentase FFA
meningkat dengan waktu dan frekuensi penggorengan, hal ini digunakan sebagai
indikator kualitas minyak. Kandungan FFA yang tinggi akan berpengaruh terhadap
produk gorengan, dalam praktek komersial minyak diafkir ketika kandungan FFA
melebihi 1% (Tseng et al., 1996). Hasil penelitian Aminah (2009) memperlihatkan
kadar FFA semakin tinggi dengan meningkatnya pengulangan penggorengan. Asam
lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan oksidasi dapat
berpengaruh terhadap flavor minyak.
Selama proses penggorengan akan terjadi pengupan kadar air dari bahan. Kadar
air bahan dapat berpengaruh terhadap reaksi hidrolisa selama proses
penggorengan. Air makanan dalam jumlah banyak dapat mempercepat kerusakan
minyak (Fardiaz, 1996).
Hasil penelitian Alyas
et al., (2006) menunjukkan peningkatan bilangan peroksida yang signifikan
dengan meningkatnya suhu dan waktu penggorengan. Aidos et al., (2001) dan Skara
et al., (2004) juga melaporkan bahwa peningkatan bilangan peroksida signifikan
dengan peningkatan suhu penyimpanan. Hasil tersebut menunjukkan adanya efek
sinergis suhu yang tinggi dengan waktu yang lama terhadap bilangan peroksida. Kerusakan
minyak selama proses penggorengan akan mempengaruhi mutu dan nilai dari minyak
dan bahan yang digoreng. Pada minyak yang rusak terjadi proses oksidasi,
polimerisasi, dan hidrolisis. Proses tersebut menghasilkan peroksida yang
bersifat toksik dan asam lemak bebas yang sukar dicerna oleh tubuh (Ketaren,
1986).
Senyawa polimer yang
dihasilkan akibat pemanasan yang berulang-ulang dapat menimbulkan gejala
keracunan antara lain irirtasi saluran pencernaan, pembengkakan organ tubuh,
diare, kanker, dan depresi pertumbuhan. Selain itu akan timbul rasa tengik
akibat oksidasi yang pengaruhnya tidak diharapkan pada bahan pangan yang
digoreng. Pengaruh tersebut antara lain mengakibatan kerusakan gizi, tekstur
dan cita rasa (Muchtadi, 1989). Indikator kerusakan minyak antara lain adalah
angka peroksida dan asam lemak bebas. Angka peroksida menunjukkan banyaknya
kandungan peroksida di dalam minyak akibat proses oksidasi dan polimerisasi.
Asam lemak bebas menunjukkan sejumlah asam lemak bebas yang dikandung oleh
minyak yang rusak, terutama karena peristiwa oksidasi dan hidrolisis (Sudarmadji,
1982).
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
Waktu Dan Tempat
Praktikum
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Senin, 26 Mei 2014 di Laboratorium Kimia dan Biokimia
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat Dan Bahan
Praktikum
a. Alat-alat
Adapun alat-alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, erlenmeyer, pipet
ukur, pipet tetes, dan buret.
b. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah minyak Bimoli kontrol, minyak Bimoli satu
kali penggorengan, minyak Curah kontrol, minyak Curah satu kali penggorengan,
larutan asam, aquades, Na2S2O3, NaOH, indikator
pp, amilum 1%, KI jenuh, dan alkohol.
Prosedur Kerja
- a. Penentuan angka peroksida
- 1. Ditimbang 5 gr bahan (minyak sampel) dan ditambahkan 30 ml larutan asam kemudian digoyangkan hingga homogen.
- 2. Ditambahkan 0,5 ml larutan KI jenuh kemudian didiamkan selama 30 menit.
- 3. Ditambahkan aquades 30 ml dan ditambahkan amilum 1% sebanyak 1 ml.
- 4. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N sampai warna kuning hilang.
- 5. Dihitung volume Na2S2O3 0,1N yang digunakan.
- 6. Dihitung angka peroksida.
- b. Penentuan angka FFA
- 1. Ditimbang masing-masing bahan 20 gr (sesuai perlakuan)
- 2. Ditambahkan 50 ml alkohol yang dipanaskan.
- 3. Ditambahkan 3 tetes indikator pp.
- 4. Dititrasi dengan NaOH 0,1N.
- 5. Dihitung volume NaOH yang digunakan.
- 6. Dihitung angka FFA-nya.
HASIL
PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil
Pengamatan
Table
3.1 Hasil Pengamatan Angka Peroksida Dan Angka FFA
Bahan
|
Volume Na2S2O3
(ml)
|
Volume NaOH (ml)
|
Peroksida (ml/gr)
|
FFA (ml/gr)
|
Minyak
Bimoli Kontrol
|
0,5
|
1
|
1
|
128
|
Minyak
Bimoli satu kali Penggorengan
|
1,1
|
1,1
|
2,2
|
140,8
|
Minyak
Curah Kontrol
|
0,4
|
1,3
|
0,8
|
166,4
|
Minyak
Curah satu kali Penggorengan
|
0,8
|
1,5
|
1,6
|
192
|
Hasil
Perhitungan
Angka
Free Fat Acid (FFA) dan Angka
Peroksida
-
1. Minyak Bimoli KontrolAngka FFA= 128 ml/grAngka Peroksida= 1 ml/gr2. Minyak Bimoli satu kali PenggorenganAngka FFA= 140,8 ml/grAngka Peroksida= 2,2 ml/gr3. Minyak Curah KontrolAngka FFA= 166,4 ml/grAngka Peroksida= 0,8 ml/gr4. Minyak Curah satu kali PenggorenganAngka FFA= 192 ml/grAngka Peroksida= 1,6 ml/gr
PEMBAHASAN
Hasil penelitian Aminah
(2009) memperlihatkan kadar FFA semakin tinggi dengan meningkatnya pengulangan
penggorengan. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh proses hidrolisa dan
oksidasi dapat berpengaruh terhadap flavor
minyak. Selama proses penggorengan akan terjadi pengupan kadar air dari bahan.
Kadar air bahan dapat berpengaruh terhadap reaksi hidrolisa selama proses
penggorengan. Air makanan dalam jumlah banyak dapat mempercepat kerusakan
minyak (Fardiaz, 1996).
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi,
pada tahap ini hidrogen diambil dari senyawa oleofin menghasilkan radikal
bebas. Keberadaan cahaya dan logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen
tersebut. Radikal bebas yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal peroksi, selanjutnya dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh
lain menghasilkan peroksida dan radikal bebas yang baru.
Angka FFA (Free Fat Acid) dicari untuk mengetahui
tingkat kerusakan minyak. Semakin tinggi nilai angka FFA maka semakin tinggi
kerusakan minyak tersebut. Minyak Bimoli kontrol memiliki nilai FFA paling
rendah yaitu 128 ml/gr dan itu membuktikan bahwa minyak tersebut belum banyak
mengalami kerusakan. Tingkat kerusakan tertinggi terjadi pada minyak Curah satu
kali penggorengan yaitu sebanyak 192 ml/gr. Hasil perhitungan membuktikan angka
FFA yang semakin tinggi dari perlakuan pada minyak Bimoli kontrol (128 ml/gr), Bimoli
satu kali penggorengan (140,8 ml/gr), Curah control (166,4 ml/gr), dan yang
tertinggi minyak Curah satu kali penggorengan (192 ml/gr).
Angka peroksida dicari
untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Nilai peroksida yang tinggi
menyatakan bahwa minyak tersebut sudah mengalami oksidasi sedangkan nilai
peroksida yang rendah menyatakan oksidasi masih dini tapi tidak selalu karena angka
peroksida yang rendah bisa disebabkan oleh laju pembentukan peroksida baru yang
lebih kecil dibandingkan dengan laju degradasinya menjadi senyawa lain,
mengingat kadar peroksida cepat mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat
lain. Hasil pengamatan dan perhitungan memperlihatkan bahwa pada minyak Bimoli satu
kali penggorengan memiliki nilai peroksida yang tertinggi yaitu 2,2 ml/gr,
minyak Curah satu kali penggorengan yang memiliki nilai angka peroksida 1,6 ml/gr,
minyak Bimoli kontrol 1,2 ml/gr, dan minyak Curah kontrol sebanyak 0,8 ml/gr.
Tapi, terdapat kesalahan pada proses pengamatan minyak Curah kontrol, sebelum
dititrasi dilakukan penyimpanan ditempat gelap dan erlenmeyer ditutup rapat
sedangkan yang terjadi adalah erlenmeyer tidak tetutup rapat dan akhirnya
minyak yang seharusnya berubah warna menjadi ungu kehitaman malah tidak ada
perubahan warna, akibatnya proses selanjutnya gagal karena tidak didapatkan
angka peroksida yang diinginkan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
pengamatan, perhitungan, dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Angka
peroksida digunakan untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak.
2. Angka
FFA (Free Fat Acid) digunakan untuk
mengetahui tingkat kerusakan minyak.
3. Angka
peroksida yang tinggi menyatakan minyak yang sudah mengalami oksidasi sedangkan
angka peroksida yang rendah menyatakan oksidasi pada minyak masih sedikit.
4. Angka
FFA semakin tinggi nilainya maka semakin tinggi tingkat kerusakan minyak.
5. Angka
FFA tertinggi terdapat pada minyak Curah satu kali penggorengan (192 ml/gr) dan
yang terendah pada minyak Bimoli kontrol (128 ml/gr).
6. Angka
peroksida tertinggi pada minyak Bimoli satu kali penggorengan (2,2 ml/gr) dan
terendah pada minyak Curah kontrol (0,8 ml/gr).
7. Pada
minyak Curah kontrol terjadi kesalahan saat praktikum yaitu tidak ditutup rapat
dan akhirnya angka peroksida jadi sangat rendah.
ACARA IV
ANTIOKSIDAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Antioksidan merupakan
senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain. Tubuh tidak mempunyai sistem
pertahanan antioksidatif yang berlebihan, sehingga jika terjadi paparan radikal
berlebih tubuh membutuhkan antioksidan eksogen. Kekhawatiran terhadap efek
samping antioksidan sintetik maka antioksidan alami menjadi alternatif yang
terpilih (Sunarni et al., 2007).
Bilangan peroksida
adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah mengalami oksidasi. Angka
peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat oksidasi minyak. Minyak
yang mengandung asam-asam lemak tidak jenuh dapat teroksidasi oleh oksigen yang
menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang sering digunakan untuk
menentukan angka peroksida adalah dengan metode titrasi iodometri. Penentuan
besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi iodometri. Oleh karena itu,
dalam praktikum dilakukan pengujian kerusakan/ketengikan pada minyak Bimoli dan
minyak Curah yang sudah ditambahkan antioksidan.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui efektifitas senyawa antioksidan yang
ditambahkan pada minyak Curah dan Bimoli.
TINJAUAN
PUSTAKA
Antioksidan adalah
senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal
bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam. Berdasarkan sumber
perolehannya ada 2 macam antioksidan, yaitu antioksidan alami dan antioksidan
buatan (sintetik). Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam
jumlah berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh
membutuhkan antioksidan eksogen. Adanya kekhawatiran akan kemungkinan efek
samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik menyebabkan antioksidan
alami menjadi alternatif yang sangat dibutuhkan (Kuncahyo dan Sunardi, 2007).
Menurut Maulida dan
Naufal (2010), antioksidan berfungsi mengatasi atau menetralisir radikal beban
dan melindungi tubuh dari beragam penyakit, termasuk penyakit degeneratif pada
usia lanjut seperti arteriosklerosis, demensu penyakit Alzheimer serta membantu
menekan proses tua. Antioksidan dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom
dengan elektron yang tidak berpasangan, mendapat pasangan elektron sehingga
tidak liar lagi. Peran positif dari antioksidan adalah membantu sistem
pertahanan tubuh bila ada unsur pembangkit penyakit memasuki dan menyerang
tubuh.
Proses ketengikan
sangat dipengaruhi oleh adanya prooksidan dan antioksidan. Prooksidan akan
mempercepat terjadinya oksidasi, sedangkan anti oksidan akan menghambatnya.
Penyimpanan lemak yang baik adalah dalam tempat tertutup yang gelap dan dingin.
Wadah lebih baik terbuat dari aluminium atau stainless steel; lemak harus dihindarkan dari logam besi atau
tembaga. Bila minyak telah diolah menjadi makanan, pola ketengikannya akan
berbeda. Kandungan gula yang tinggi mengurangi kecepatan ketengikan, misalnya
biskuit yang manis akan lebih tahan tahan dari pada yang tidak bergula. Adanya
antioksidan dalam bentuk lemak akan mengurangi kecepatan proses oksidasi.
Antioksidan terdapat secara alamiah dalam lemak nabati dan kadang-kadang
sengaja ditambahkan. Ada dua macam antioksidan yaitu antioksidan primer dan
antioksidan sekunder (Winarno, 2004).
Menurut Barus (2009),
antioksidan dalam bahan makanan berlemak berperan sebagai inhibitor atau
pemecah peroksida. Mekanisme oksidasi pada lemak/minyak pada prinsipnya
merupakan proses pemecahan yang terjadi di sekitar ikatan rangkap dalam molekul
gliserida. Proses oksidasi ini terjadi dalam satu seri tahap reaksi yaitu tahap
inisiasi, diikuti oleh tahap propagasi dan tahap terminasi. Mekanisme oksidasi
pada minyak/lemak penting dalam perencanaan operasi dan optimasi proses. Adanya
logam walaupun dalam jumlah kecil (trace) mempunyai peran sebagai
prooksidan karena menambah radikal bebas akibat perannya sebagai pemecah
peroksida.
Antioksidan alami mampu
melindungi tubuh terhadap kerusakan yang disebabkan spesies oksigen reaktif,
mampu menghambat terjadinya penyakit degeneratif serta mampu menghambat
peroksidase lipid pada makanan. Meningkatnya minat untuk mendapatkan
antioksidan alami terjadi beberapa tahun terakhir ini. Antioksidan alami umumnya
mempunyai gugus hidroksi dalam struktur molekulnya (Kuncahyo dan Sunardi,
2007).
Ascorbic
acid
(AsA) diketahui mempunyai potensi sebagai antioksidan atau sebagai agen
sinergistik antioksidan pada beberapa model dan makanan yang mengadung lipid. Ascorbic acid dapat juga mengakibatkan
terpacunya oksidasi (pro-oksidan) pada minyak. Nampaknya ion besi merupakan hal
utama yang mengakibatkan AsA sebagai prooksidan (Yin et al. 1993).
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
Waktu Dan Tempat
Praktikum
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Senin, 2 Juni 2014 di Laboratorium Kimia dan Biokimia
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat Dan Bahan
Praktikum
a. Alat-alat
Adapun alat-alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan analitik, erlenmeyer, pipet
ukur, bulp, dan buret.
b. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah minyak Bimoli kontrol, minyak Bimoli satu
kali penggorengan, minyak Curah kontrol, minyak Curah satu kali penggorengan,
larutan asam asetat kloroform, aquades, Na2S2O3 0,1
N, amilum 1%, dan larutan KI jenuh.
Prosedur Kerja
1. Ditimbang
10 gr sampel dan ditambahkan antioksidan sesuai perlakuan.
2. Disimpan
suhu kamar 7 hari.
3. Diamati
dan ditambahkan 30ml larutan asam asetat kloroform.
4. Dikocok
hingga homogen dan ditambahkan larutan KI jenuh 0,5 ml.
5. Didiamkan
selama 2 menit dan ditambahkan 30ml aquades dan amilum 1% 1 ml.
6. Dititrasi
dengan Na2S2O3 0,1N hingga warna biru hilang
dan hitung volume Na2S2O3 0,1N yang digunakan.
7. Dihitung
angka peroksida
HASIL
PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil
pengamatan
Table
4.1 Hasil Pengamatan Antioksidan
Sampel
|
Volume Na2S2O3
(ml)
|
Angka Peroksida (ml/gr)
|
Minyak
Bimoli kontrol
|
0,1
|
0,1
|
Minyak
Bimoli satu kali Penggorengan
|
-
|
-
|
Minyak
Curah kontrol
|
-
|
-
|
Minyak
Curah satu kali Penggorengan
|
0,2
|
0,2
|
Hasil perhitungan
Minyak
Bimoli kontrol
= 0,1
ml/gr
Minyak
Curah satu kali penggorengan
= 0,2 ml/gr
PEMBAHASAN
Antioksidan merupakan
senyawa yang mampu menghambat oksidasi molekul lain dan dapat menyumbangkan
satu atau lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut
dapat diredam. Tubuh manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah
berlebih, sehingga jika terjadi paparan radikal berlebih maka tubuh membutuhkan
antioksidan eksogen. Suatu senyawa untuk dapat digunakan sebagai
antioksidan harus mempunyai sifat-sifat: tidak toksik, efektif pada konsentrasi
rendah (0,01-0,02%), dapat terkonsentrasi pada permukaan/lapisan lemak (bersifat
lipofilik) dan harus dapat tahap pada kondisi pengolahan pangan umumnya.
Hasil pengamatan 4 macam sampel berbeda hanya 2 sampel yang
berhasil yaitu sampel minyak Bimoli kontrol dan minyak Curah satu
kali penggorengan dengan angka peroksida masing-masing sebesar 0,1 ml/gr
untuk sampel Bimoli kontrol dan 0,2 ml/gr untuk sampel minyak Curah satu
kali penggorengan. Angka peroksida yang tinggi mengindikasikan minyak
sudah mengalami oksidasi sedangkan angka peroksida yang rendah tidak selalu
mengindikasikan tingkat oksidasi yang masih sedikit. Sampel minyak Bimoli satu
kali penggorengan dan minyak Curah kontrol yang gagal kemungkinan
diakibatkan saat ditambahkan antioksidan sampel tidak terlalu digojog yang
mengakibatkan antioksidan mengendap.
Oksidasi lemak oleh oksigen terjadi secara spontan jika bahan
berlemak dibiarkan kontak dengan udara, sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung
pada tipe lemak dan kondisi penyimpanan. Minyak Curah terdistribusi tanpa
kemasan, paparan oksigen dan cahaya pada minyak Curah lebih besar dibanding
dengan minyak kemasan. Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan
beberapa faktor yang mempengaruhi oksidasi. Antioksidan digunakan upaya untuk
memperkecil proses terjadinya oksidasi dari lemak dan minyak karena antioksidan
dapat menetralisir radikal bebas sehingga atom elektron tak berpasangan
mendapat pasangan dan tak liar lagi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
pengamatan, perhitungan, dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Antioksidan
adalah senyawa yang dapat menghambat oksidasi molekul lain.
2. Minyak
Bimoli kontrol mendapatkan angka peroksida sebesar 0,1 ml/gr yang artinya
tingkat oksidasi masih sedikit.
3. Minyak
Curah satu kali penggorengan mendapatkan angka peroksida sebesar 0,2 ml/gr yang
artinya minyak sudah mengalami oksidasi.
4. Minyak
Bimoli satu kali penggorengan dan minyak Curah kontrol gagal dan akhirnya tidak
didapatkan angka peroksida kemungkinan disebabkan oleh antioksidan yang
mengendap.
5. Faktor-faktor
yang menyebabkan minyak teroksidasi adalah tergantung pada tipe minyak, kondisi
penyimpanan, cahaya, oksidasi, dan suhu tinggi saat pengolahan.
ACARA V
HIDROLISA
PROTEIN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Protein merupakan
makromolekul terbanyak yang dapat ditemui dalam sel hidup, yang merupakan
komponen penting dan utama untuk sel hewan dan sel manusia. Protein dapat
diisolasi dari seluruh sel ke bagian sel. Dalam hal ini, protein mempunyai
peranan penting dalam biologi yang sangat penting, sebagai zat pembentuk,
transport, katalisataor reaksi kimia, hormon, racun, dan yang lainnya. Protein
ini mempunyai empat fungsi utamanya yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak
untuk pertumbuhan jaringan baru, sebagai enzim, dan sebagai hormon. Oleh karena itu, dalam praktikum ini
dilakukan pengujian untuk mengetahui jumlah kadar protein pada tahu, kecap, tempe, dan kedelai.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari
praktikum ini adalah untuk mengetahui kadar protein (N total) dalam suatu
bahan.
TINJAUAN
PUSTAKA
Protein dapat larut
dalam air dan jika dipanaskan dapat membeku (Abdi, 2001). Cara untuk mengklasifikasikan asam amino ada
beberapa cara antara lain cara mendasar pada jumlah gugus karboksilat dan gugus
asam amino yang terkandung oleh senyawa itu (Bayu, 2002). Semua asam amino atau peptida yang mengandung α
amino bebas akan bereaksi dengan ninhidrin membentuk senyawa kompleks berwarna
biru-ungu. Namun prolin dan hidroksipolin menghasilkan senyawa berwarna kuning (Berry, 2000).
Secara kimia dapat dibedakan antara protein sederhana yang terdiri dari
polipeptida dan protein kompleks yang mengandung zat-zat makanan tambahan
seperti hern, karbohidrat, lipid atau asam nukleat. Untuk protein kompleks, bagian
polipeptida dinamakan aproprotein dan keseluruhannya dinamakan haloprotein.
Secara fungsional protein juga menunjukkan banyak perbedaan. Dalam sel mereka
berfungsi sebagai enzim, bahan bangunan, pelumas dan molekul pengembang. Tapi
sebenarnya protein merupakan polimer alam yang tersusun dari berbagai asam
amino melalui ikatan peptida (Hart, 1987). Protein adalah sumber asam amino
yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan
karbohidrat. Molekul protein mengandung gula terpor belerang, dan ada jenis
protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Winarnno, 1997).
Denaturasi protein adalah hilangnya
sifat-sifat struktur lebih tinggi oleh terkacaunya ikatan hidrogen dan
gaya-gaya sekunder lain yang memutuskan molekul protein. Akibat dari suatu
denaturasi adalah hilangnya banyak sifat-sifat biologis suatu protein. Salah
satu penyebab denaturasi protein adalah perubahan temperatur, dan juga
perubahan pH. Faktor-faktor lain yang dapat menyebabkan denaturasi adalah
detergen, radiasi zat pengoksidasi atau pereduksi, dan perubahan jenis pelarut.
Denaturasi dapat bersifat reversibel,
jika suatu protein hanya dikenai kondisi denaturasi yang lembut seperti
perubahan pH. Jika protein dikembangkan kelingkungan alamnya, hal ini untuk
memperoleh kembali struktur lebih tingginya yang alamiah dalam suatu proses
yang disebut denaturasi. Denaturasi umumnya sangat lambat atau tidak terjadi sama
sekali (Fessenden, 1989).
Protein bersifat
higroskopis sehingga akan mengabsorbsi air lebih banyak jika benih
disimpan di dalam
kantong terigu. Salah
satu faktor yang memungkinkan
benih mengabsorbsi air
dari lingkungannya adalah komposisi kimia
benih, antara lain protein
(Justice dan Bass, 1990). Peningkatan kadar air
benih menyebabkan hidrolisis
protein dan fluiditas membran mitokondria
berkurang sehingga merubah bentuk protein
yang terikat pada
bilayer lipid (Reed, 1997).
PELAKSANAAN
PRAKTIKUM
Waktu Dan Tempat
Praktikum
Praktikum ini
dilaksanakan pada hari Senin, 2 Juni 2014 di Laboratorium Kimia dan Biokimia
Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat Dan Bahan Praktikum
a. Alat-alat
Adapun alat-alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah labu ukur, labu kjedahl, erlenmeyer, ruang
asam, destilator, timbangan analitik, pipet ukur, pipet tetes, bulp, dan buret.
b. Bahan-bahan
Adapun bahan-bahan yang
digunakan dalam praktikum ini adalah tahu, tempe, kecap, kedelai, H2SO4
pekat, NaOH 45%, H3BO4, HCl 0,1 N, selenium, batu
didih, dan indikator pp.
Prosedur Kerja
a. Ditimbang
1gr sampel.
b. Ditambahkan
25ml H2SO4 pekat.
c. Didiamkan
semalam.
d. Didekstruksi
selama 3 jam (sampai bening).
e. Didinginkan
dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml.
f. Dipipet
25 ml dan dimasukkan ke dalam labu kjedahl.
g. Ditambahkan
NaOH 45% hingga larutan bersifat basis, indikator pp 3 tetes, dan 4 biji batu
didih.
h. Didestilasi
dan destilatnya ditampung dalam erlenmeyer yang berisi 25 ml asam borat (H3BO4),
destilasi dihentikan apabila warna penampung berubah dari warna merah menjadi
hijau.
i.
Destilat dititrasi dengan HCl 0,1N
sampai warna menjadi merah jambu.
j.
Dihitung kadar proteinnya.
HASIL PENGAMATAN
DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel
5.1 Hasil Pengamatan Hidrolisa Protein.
Sampel
|
Volume Titrasi (ml)
|
Kadar Protein (%)
|
Kecap
|
0,7
|
1,9331
|
Tempe
|
5
|
15,7870
|
Kedelai
1
|
8,9
|
28,3521
|
Kedelai
2
|
9,6
|
30,6074
|
Tahu
|
4
|
12,5651
|
Blanko
|
0,1
|
-
|
Hasil Perhitungan
Kadar
protein kecap
= 1,9331%
Kadar
protein tempe
= 15,7870%
Kadar
protein kedelai 1
= 28,3521%
Kadar
protein kedelai
= 30,6074%
Kadar
protein tahu
= 12,5651%
PEMBAHASAN
Protein merupakan
makromolekul terbanyak yang dapat ditemui dalam sel hidup. Protein dapat larut
dalam air dan jika dipanaskan dapat membeku (Abdi, 2001). Secara kimia protein dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
protein sederhana yang terdiri dari polipeptida dan protein kompleks
yang mengandung zat-zat makanan tambahan. Protein memiliki beberapa fungsi
yaitu untuk memperbaiki jaringan yang rusak, untuk pertumbuhan jaringan baru,
sebagai enzim, dan sebagai hormon.
Hasil pengamatan dari
pengujian kadar protein pada kecap, tahu, tempe, dan kedelai. Selama pengujian
sampel kecap yang didekstruksi masih ada sisanya yang belum terdekstruksi jadi
akhirnya kadar protein yang dihasilkan tidak maksimal jumlah kadar protein yang
dihasilkan yaitu sebesar 1,9331%. Kadar protein yang dihasilkan ini jauh lebih
rendah dari daftar kadar protein yang ada di DKBM-Indonesia yaitu 5,75% (Depkes
RI; 2005).
Pengujian sampel tahu
dan tempe menghasilkan kadar protein masing-masing sebesar 12,565% untuk tahu
dan 15,7870% untuk tempe. Kadar protein tempe sudah didapatkan melebihi kadar
protein dari DKBM-Indonesia yaitu 14,00% sedangkan kadar protein tahu sudah
jauh melebihi kadar protein dari DKBM-Indonesia yaitu sebesar 7,90% (Depkes RI;
2005).
Pengujian dua sampel
kedelai menghasilkan kadar protein masing-masing sebesar 28,3521% dan 30,6074%.
Kedua hasil kadar protein yang dihasilkan jauh dibawah kadar protein yang
terdaftar dari DKBM-Indonesia yaitu sebesar 40,40%. Semua hasil pengujian
tersebut membuktikan bahwa kadar protein dari kedelai mentah atau yang belum
diolah memiliki kadar protein mentah tapi setelah diolah menjadi tempe dan tahu
kadar proteinnya menjadi lebih besar. Faktor yang menentukan kadar protein
bahan pangan yaitu jenis benih, proses penanaman hingga panen, proses pengolahan
dan kualitas bahan atau produk yang sudah siap diolah atau siap dikonsumsi.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil
pengamatan, perhitungan, dan pembahasan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut:
1. Kadar
protein kecap (1,9331%) dan kedelai (28,3521% dan 30,6074%) didapatkan jauh di
bawah kadar protein dari DKBM-Indonesia sebesar 5,75% dan 40,40%.
2. Kadar
protein tahu dan tempe masing-masing sebesar 12,5651% dan 15,7870% berada jauh
diatas kadar protein dari DKBM-Indonesia yaitu sebesar 7,90% dan 14,00%.
3. Terjadi
kesalahan pada pengujian sampel kecap yaitu masih ada sisa sampel pada dinding
labu kjedahl yang belum terdekstruksi (sampai bening).
4. Kadar
protein kedelai yang sudah diolah menjadi tahu dan tempe lebih besar daripada
kadar protein pada kedelai mentah.
5. Kadar
protein ditentukan dari awal benih sampai proses penanaman dan bagaimana proses
pengolahannya menjadi makanan siap makan.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdi.
2001. Konsep-konsep Dasar Biokimia.
Departemen P dan K. Bandung. Ali Mahrus, 2010. Pigmen Karotenoid. http://nakedfishes.blogspot.com. (Diakases pada
tanggal 21 Mei 2014).
Alyas, S. A., Abdullah, A., Idris, N. A. 2006. Change of β-Carotene Content During Heating
of Red Palm Olein. Journal of oil Research (Special Issue-April 2009), p.
99-120.
Aminah. S. 2009. Retensi
Vitamin A oleh Tempe dan Minyak Goreng Curah pada Penggorengan Berulang.
Tesis (belum dipublikasikan).
Anonim.
2008. Gelatinisasi Pati/Adonan Berbasis Pati.
http://simonbwidjanarko.wordpress.com/2008/06/20/gelatinisasi-pati-adonan-berbasis-pati/
(Diakses tanggal 16 Juni 2014).
Anonim a. 2010. Mocaf.
http://seafast.ipb.ac.id/research/products/79-mocaf/(Diakses
tanggal 16-06-2014).
Anonim b. 2010. Gelatinisasi
Pati. http//ceeva.wordprees.com/2010/01/10/gelatinisasi-pati-puna-ceeva/.
Anonim c .2010. Gelatinisasi
Pati. http://ceeva.wordpress.com/2010/01/18/
gelatinisasi-pati-puna-ceeva/
(Diakses tanggal 16 Juni 2014).
Anonim b.2012. Antioksidan
dan Radikal Bebas. http://www.metris-community.com/antioksidan-dan-radikal-bebas/.
Diakses pada 16 Mei 2014.
Ashrie,
2010. Ilmu Pangan. Universitas
Indonesia. Jakarta.
Barus, Pina. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami Pada Industri Bahan
Makanan. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Bayu. D,. 2002. Dasar-dasar
Dalam Memahami Biokimia. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembinaan Tenaga Kependidikan Perguruan
Tinggi. Semarang.
Berry, S. 2000. Dasar
Kimia SMA III. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Depkes RI. 2005. Daftar
Komposisi Bahan Makanan (DKBM). (diakses pada tanggal 5 Juni 2014).
Mataram.
Fardiaz. D. 1996. Perubahan Sifat Fisiko Kimia Bahan Selama Proses Ekstrusi, Penggorengan
dan Pemanggangan. Modul Pelatihan Produk-produk Olahan Ekstrusi, Bakery dan
Frying. Kerjasama Pusat Studi Pangan dan Gizi dengan Kantor Menteri Negara
Urusan Pangan. Tambun-Bekasi.
Fessenden, RJ and Fessenden, J.S. 1989. Kimia Organik Jilid II. Erlangga.
Jakarta.
Gunawan, Mudji Triatmo, MA dan Arianti Rahayu. 2003.
Analisis Pangan; Penentuan Angka
Peroksida dan Asam Lemak Bebas pada Minyak Kedelai Dengan Variasi Menggoreng.
Jurnal SKA Vol. VI No.3 Hal.2.
Hart, H. 1987. Kimia
Organik, ahli bahasa. Sumarnir Ahmad. Erlangga. Jakarta.
Justice,
O. L, L. N. Bass dalam Aurellia, Tatipata. 1990. Prinsip dan Praktek Penyimpanan Benih dalam Pengaruh Kadar Air Awal, Kemasan dan Lama Simpan terhadap Protein
Membran dalam Mitokondria Benih Kedelai. Jurnal Bul. Agron. Vol.1 Hal.6.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: UI Press.
Kuncahyo, Ilham dan Sunardi. 2007. Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak Belimbing
Wuluh (Averrhoa bilimbi. L) Terhadap 1,1-Dyphelnylh,-2-Picrylhidrazyl
(DPPH). Semnas Teknologi ISSN: 1978-9777.
Maulida, Dewi dan Naufal Zulkarnaen. 2010. Ekstraksi Antioksidan (Likopen) dari Buah
Tomat dengan Menggunakan Sovent Campuran, n-Heksana, Aseton dan Etanol.
Universitas Diponegoro. Semarang.
Muchtadi, Tien, R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU
Pangan dan Gizi IPB. Bogor.
Nintya
Setiari dan Yulitas Nurcahyati, 2009. Eksplorasi
Kandungan Khlorofil Pada
Beberapa Sayuran Hijau.
Biologi MIPA. Undip. Yogyakarta.
Reed, D. dalam Aurellia, Tatipata. 1997. Mikokhondrial Demage dalam Pengaruh Kadar Air Awal, Kemasan dan Lama
Simpan terhadap Protein Membran dalam Mitokondria Benih Kedelai. Jurnal
Bul. Agron. Vol.1 Hal.6.
Siti Aminah dan Joko Teguh Isworo. 2010. Praktek Penggorengan dan Mutu Minyak Goreng
Sisa pada Rumah Tangga di. RT. V RW. III Kedungmundu Tembalang Semarang.
Jurnal Unimus.
Siswoyo, Tri Agus dan Matiyas Pujirahayu. 2009. Efektivitas Penambahan Antioksidan L-As.
Corbyl Palmitate Hasil Sintesis Secara Enzimatik pada Minyak Kelapa. Jurnal
Ilmu Dasar Vol.10 No.1 Hal.1.
Sunarni, Titik. Suwidjiyo Pramono, dan Ratna Asmah.
2007. Flavonoid Antioksidan Penangkap
Radikal dari Daun Kepel (Stelechocarpus buranol (BI) Hookf & Th).
Majalah Farmasi Indonesia. 18 (3) 111-116.
Tseng, Y. C., R. Moreira, and X. Sun. 1996. Total Frying-Use Time Effects On Soyzeanoil
Deterioration and On Tortilla Chips Quality. International Journal of Food
Science and Technologi; 31.
Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan Dan Gizi. PT Gramedia.
Jakarta.
Wiwing, 2008.
Isolasi Dan Identifikasi Zat Warna. PT Penerbit Institut Pertanian Bogor.
Yin MC, Faustman. C, Riesen JW, Williams SN. 1993. α-Tocopherol and Ascorbate Delay
Oxymyoglobin and Phospholipid Oxidation In Vitro. J. Food. Sci. 58;
1273-1276, 1281.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar